KONTEKS.CO.ID - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akhirnya mengetuk palu pengesahan Rancangan Undang-undang Penyesuaian Pidana dalam rapat paripurna ke-10 masa persidangan II tahun sidang 2025–2026.
Regulasi ini menjadi instrumen penting untuk memastikan seluruh aturan pidana nasional selaras dengan KUHP baru yang mulai berlaku 2 Januari 2026
Rapat yang berlangsung di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 8 Desember 2025, dipimpin Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad.
Baca Juga: Koalisi Masyarakat Sipil Catat 40 Pasal KUHAP Baru Ancam Sistem Peradilan Pidana
Sebelum pengambilan keputusan, paripurna mendengarkan laporan hasil pembahasan yang dibacakan Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Dede Indra Permana.
Dede menyampaikan bahwa seluruh fraksi di Komisi III telah sepakat menyetujui RUU tersebut pada pengambilan keputusan tingkat I.
"Kebutuhan harmonisasi hukum pidana agar konsisten, adaptif, dan responsif terhadap perkembangan sosial serta menghindari disharmoni pengaturan pidana lintas undang-undang dan peraturan daerah," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa penyusunan aturan baru ini merupakan mandat langsung dari Pasal 613 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yang mewajibkan penyesuaian seluruh ketentuan pidana di luar KUHP.
"Mandat Pasal 613 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yang mewajibkan penyesuaian seluruh ketentuan pidana di luar KUHP dengan sistem kategori pidana denda baru," tambahnya.
Usai laporan disampaikan, Dasco meminta persetujuan anggota dewan.
Baca Juga: Koalisi Masyarakat Sipil: KUHP dan KUHAP Tanpa Fondasi, Jalan Menuju Bencana Hukum Pidana
"Tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap rancangan undang-undang tentang penyesuaian pidana, apakah dapat disetujui dan disahkan menjadi undang-undang?" tanyanya, yang langsung disambut jawaban bulat; "setuju"!.
Menurut Komisi III DPR, penyusunan RUU Penyesuaian Pidana dilandasi beberapa pertimbangan penting.