KONTEKS.CO.ID - Bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat atau Pulau Sumatra menimbulkan kerusakan masif.
Lebih dari 300 orang menjadi korban jiwa dan terus tercatat bertambah kalau yang hilang dinyatakan meninggal.
Kemudian ada puluhan ribu orang lainnya mengungsi dengan infrastruktur publik mengalami kerusakan berat di berbagai titik.
Baca Juga: Pembukaan Akses Tarutung–Sibolga dan Tarutung–Padang Sidempuan Terus Digeber
Di Aceh, sedikitnya 12 jembatan putus dan 14 ruas jalan lintas antardaerah terputus akibat material longsor dan hantaman kayu besar yang ikut terseret banjir.
Situasi serupa juga terjadi di Sumatra Utara dan Sumatra Barat, saat sejumlah akses vital tidak dapat dilalui.
Menurut Bayu Dwi Apri Nugroho, selain kerusakan hutan, tata ruang yang buruk dan lemahnya pengawasan turut mempertinggi risiko bencana.
Baca Juga: Banjir Bandang Sumatra Lebih Mematikan karena Kerusakan Hutan yang Berat
Ia menilai izin pemanfaatan lahan yang longgar membuat kawasan rawan terus dihuni atau dibuka untuk aktivitas ekonomi.
“Kelemahan dalam pengaturan ruang dan pengawasan membuat bencana semakin sulit dikendalikan,” kata Bayu. Ia mendesak pemerintah mempercepat pemulihan hutan dan penegakan hukum.
Bayu memperingatkan bahwa banjir bandang di Sumatra akan menjadi lebih sering dan lebih merusak bila tidak ada perbaikan besar pada pengelolaan lingkungan.***