KONTEKS.CO.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi menolak permohonan uji materi terkait Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Gugatan ini sebelumnya diajukan dengan harapan agar rakyat atau konstituen di daerah pemilihan (dapil) memiliki wewenang untuk memberhentikan atau memecat anggota DPR RI secara langsung tanpa harus melalui partai politik.
Dalam sidang pengucapan putusan yang digelar pada Kamis, 27 November 2025, Ketua MK Suhartoyo menegaskan bahwa permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Baca Juga: Arsenal Bungkam Bayern Munchen 3-1, Arteta: Dongkrak Kepercayaan Diri Tim!
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Suhartoyo saat membacakan amar putusan perkara nomor 199/PUU-XXIII/2025 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, sebagaimana dikutip Konteks.co.id pada Jumat, 28 November 2025.
Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menjelaskan pertimbangan hukum mahkamah. Menurutnya, Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 telah secara tegas mengatur bahwa peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik.
Oleh karena itu, mekanisme pemberhentian antarwaktu (recall) juga harus tetap berada di tangan partai politik sebagai konsekuensi logis dari sistem demokrasi perwakilan yang dianut Indonesia.
Guntur menambahkan bahwa memberikan hak kepada konstituen untuk memecat anggota dewan secara langsung justru berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum yang serius.
Secara teknis, hal tersebut akan sangat sulit diimplementasikan karena tidak ada jaminan untuk memverifikasi apakah pemohon recall benar-benar pemilih yang dulu memberikan suaranya kepada anggota dewan tersebut.
"Karena tidak dapat dipastikan pemilih yang pernah memberikan hak pilihnya kepada anggota DPR dan anggota DPRD yang akan diberhentikan pada waktu dilaksanakan pemilihan umum," jelas Guntur.
Lebih jauh, MK menilai jika permohonan ini dikabulkan, dampaknya bisa menyamai kerumitan pelaksanaan pemilu ulang di daerah pemilihan yang bersangkutan.
Para pemohon sebelumnya berdalih bahwa mekanisme yang ada saat ini membuat partai politik terlalu dominan dan kerap bertindak sewenang-wenang dalam memecat kadernya di parlemen tanpa mempertimbangkan aspirasi rakyat.
Baca Juga: Kejar Setoran Negara, Menkeu Purbaya Berencana Terapkan Bea Keluar Ekspor Batu Bara Mulai 2026