KONTEKS.CO.ID - Setahun menjabat, Presiden Prabowo Subianto dikabarkan tengah mempertimbangkan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto.
Namun, wacana tersebut langsung menuai penolakan dari sejumlah pihak, termasuk politisi PDIP dan aktivis hak asasi manusia.
Soeharto dikenal sebagai pemimpin yang membawa kemajuan pesat bagi Indonesia hingga dijuluki “Macan Asia”.
Baca Juga: UU Baru Umrah Bunuh Agen Travel, AMPHURI Peringatkan Efek Sistemik Legalisasi Umrah Mandiri
Namun, gaya kepemimpinannya yang otoriter dan berbagai pelanggaran HAM pada masa Orde Baru masih meninggalkan luka sejarah. Karena itu, banyak kalangan menilai wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional tidak pantas diberikan.
Ketua DPP PDIP Ganjar Pranowo menilai, aktivis buruh Marsinah lebih layak diberi gelar pahlawan karena perjuangannya membela hak pekerja hingga gugur pada 1993.
“Marsinah lebih memenuhi syarat,” ujarnya, mengingatkan agar publik tidak melupakan semangat reformasi 1998 yang lahir untuk menolak kekuasaan otoriter.
Baca Juga: Prabowo Naikkan Anggaran Renovasi Rumah: 400 Ribu Keluarga Miskin Akan Segera Punya Hunian Layak
Suara Keras dari Aktivis HAM
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai rencana ini mencederai amanat reformasi.
Menurutnya, mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan berarti mengabaikan penderitaan korban pelanggaran HAM berat di masa lalu. “Itu tindakan ahistoris dan tidak sensitif terhadap korban,” tegas Usman.
Serupa, Komnas HAM dan KontraS juga menyatakan keberatan. Mereka menyoroti berbagai kasus pelanggaran HAM berat seperti peristiwa 1965, Trisakti, Semanggi, hingga pembredelan media.
Menurut KontraS, memberi gelar pahlawan kepada Soeharto sama saja menutup mata terhadap luka sejarah bangsa.
Baca Juga: Snapdragon 8 Elite Gen 6 Bocor: Chipset 2nm Super Kencang Siap Kuasai Flagship 2026
MPR Tunggu Keputusan Presiden
Meski banyak penolakan, Ketua MPR RI Ahmad Muzani menyatakan bahwa keputusan akhir tetap berada di tangan Presiden.