nasional

Pakar Hukum: Kehadiran Prabowo dalam Penyerahan Uang Rp13,2 Triliun dari Pidana Korupsi Simbol Panglima Hukum Siap Lawan Invicible Hand

Selasa, 21 Oktober 2025 | 14:17 WIB
Prabowo pamer pertumbuhan ekonomi. (Instagram @sekretariat.kabinet)
KONTEKS.CO.ID – Pakar hukum pidana dari Universitas Tarumanagara (Untar) Jakarta, Hery Firmansyah, mengatakan, kehadiran Presiden Prabowo dalam penyerahan uang Rp13,2 triliun dari kasus korupsi minyak sawit di Kejakaan Agung (Kejagung) sangat penting.
 
"Perwujudan bahwa panglima dalam pemberantasan korupsi itu hadir," ujar Hery di Jakarta, Selasa, 21 Oktober 2025.
 
Ia menyampaikan, pemberantasan atau penindakan korupsi di lapangan tidak gampang. Terlebih lagi, tak jarang ada kekuatan besar yang tidak kelihatan kerap menghalangi agar tidak menyentuh semua pelaku. 
 
Baca Juga: Presiden Prabowo Akan Saksikan Penyerahan Uang Pengganti Rp13 Triliun Kasus Korupsi Ekspor CPO di Kejaksaan Agung  
 
"Para penyidiknya juga manusia biasa, berhadapan dengan kekuatan yang besar, invicible hand," ujarnya.
 
Menurutnya, kehadiran Prabowo itu menjadi suntikan moral bagi penyidik atau penegak hukum bahwa mereka medapatkan dukungan dari panglima tertinggi pemberantasan korupsi atau hukum.
 
"Dia butuh ada suntikan moral ya dari pemimpinan tertinggi pemberantasan korupsi," ucapnya.
 
Baca Juga: Kejagung Masih Tunggu Uang Sitaan Rp4,4 Triliun dari Dua Perusahaan CPO  
 
Kehadiran Prabowo juga sebagai simbol bahwa panglima hukum siap menghadapi kekuatan besar yang mencoba menghalangi pengungkapan kasus-kasus korupsi.
 
Hery menyampaikan, langkah selanjutnya yang harus dilakukan Prabowo adalah menentukan arah politik hukum tindak pidana korupsi negeri ini. 
 
"Apakah hanya menyasar asset recovery-nya, dalam hal ini adalah kita katakan penyitaan dan perampasan aset, atau juga akan memperkuat pada hukuman badannya," kata dia.
 
Baca Juga: Kejagung Ultimatum Musim Mas dan Permata Hijau Segera Bayar Rp4,4 Triliun Kerugian Negara
 
Menurutnya, ini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, orang lebih berpikir bagaimana mengembalikan semaksimal mungkin kerugian negara yang timbul dari suatu tindak pindana korupsi. 
 
Penegak hukum, lanjut dia, misalkan kemudian membangun komunikasi dengan tersangka agar mau menyerahkan seluruh hasil tindak kejahatannya kepada negara.
 
"Ini akan jadi perdebatan panjang, baik atau tidak bagi skema agenda pemberantasan korupsi kita ke depan," ujarnya. 
 
Baca Juga: Sita Total Rp13,2 Triliun, Kejagung Ungkap Alasan Hanya Pamerkan Rp2,4 Triliun ke Presiden Prabowo
 
Ia menegaskan, untuk memaksimalkan pengembalian kerugian keuangan negara, harus menempuh banyak jalan nan berliku.
 
"Mungkin saat ini, itu [pengembalian kerugian negara] yang bisa dilakukan," ucapnya.
 
Namun di sisi lain, kata dia, sebagian publik juga meminta agar tidak hanya aset yang kembali. "Putusan terhadap pemidanaan [badan] juga maksimal," ujarnya.***
 

Tags

Terkini