KONTEKS.CO.ID - Tim reformasi internal Polri yang dibentuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tengah merumuskan serangkaian aturan yang dinilai revolusioner untuk mengubah budaya di Korps Bhayangkara.
Menurut Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutadi, salah satu anggota tim, usulan-usulan ini dirancang sebagai crash program untuk memberikan perubahan cepat dan dirasakan langsung oleh masyarakat, dengan fokus utama memberantas hedonisme, arogansi, dan pungutan liar (pungli).
Salah satu terobosan paling signifikan adalah usulan untuk menyisipkan aturan dalam kode etik yang mengizinkan bawahan melaporkan atasannya yang bergaya hidup hedonis.
Baca Juga: RUPTL 2025–2034: Janji Hijau PLN Cuma Manis di Dokumen, Pahit di Batu Bara
Untuk menjamin keamanan pelapor, sistem whistle-blower akan diterapkan secara ketat, di mana identitas dan keselamatan pelapor dijamin oleh institusi.
"Boleh saja bawahan melaporkan, biar atasannya juga tidak seenak sendiri," tegas Aryanto dalam video di kanal Youtube Unpacking Indonesia pada Kamis, 25 September 2025.
Aturan ini diharapkan dapat menciptakan kontrol internal yang efektif dari bawah ke atas.
Untuk memberantas arogansi di lapangan, tim mengusulkan sistem "tanggung renteng" bagi para pimpinan.
Artinya, jika ada anggota polisi yang terbukti bertindak arogan, maka komandannya juga akan ikut bertanggung jawab dan menanggung sanksi.
Mekanisme ini akan diikat melalui sebuah pakta integritas yang wajib ditandatangani oleh setiap pimpinan, mulai dari tingkat Kapolsek.
"Saya menjamin saya jadi Kapolsek, tidak ada anggota saya yang arogan. Kalau ada, copot saya. Contohnya kayak gitu," jelas Aryanto.
Di sektor lalu lintas yang kerap menjadi sorotan, tim mengusulkan aturan yang sangat tegas, yakni melarang polisi lalu lintas (Polantas) melakukan penindakan manual (tilang) di lapangan untuk mencegah negosiasi dan pungli.