KONTEKS.CO.ID - Pernyataan Menteri Pertahanan, Sjafri Sjamsuddin, terkait pelibatan TNI dalam pengamanan Gedung DPR RI menuai kritik tajam.
Menurut Sjafri, langkah ini dilakukan karena gedung DPR dianggap sebagai simbol kedaulatan negara. Namun, Koalisi Masyarakat Sipil menyebut alasan itu tidak tepat dan bertentangan dengan konstitusi.
"Gedung DPR bukan simbol kedaulatan negara, melainkan simbol perwakilan rakyat. Kehadiran TNI justru memberi kesan mengintimidasi masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi," tegas Koalisi dalam pernyataan resmi yang dilansir Rabu, 17 September 2025.
Baca Juga: Prabowo Siapkan Keppres Komisi Reformasi Polri, Yusril Ungkap Tugas Besar Evaluasi UU Kepolisian
Kritik Tajam: TNI Harus Kembali ke Barak
Koalisi Masyarakat Sipil menilai pelibatan TNI dalam pengamanan DPR adalah bentuk penyimpangan.
Mereka mengingatkan bahwa TNI memiliki tugas di bidang pertahanan negara, sementara urusan keamanan dan ketertiban masyarakat adalah kewenangan Polri.
"Pelibatan TNI dalam pengamanan sipil jelas melanggar UU TNI dan mengancam profesionalisme prajurit," tulis pernyataan itu. Mereka menegaskan, tuntutan rakyat dalam agenda 17+8 adalah mengembalikan TNI ke barak, bukan sebaliknya.
Baca Juga: 5 Film Indonesia Siap Rebut Gelar di Festival Film Bandung 2025, Inilah Nominasinya!
Tuntutan Reformasi TNI Belum Rampung
Lebih lanjut, Koalisi menyoroti bahwa reformasi TNI masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Mulai dari reformasi peradilan militer, restrukturisasi komando teritorial, hingga penghapusan budaya kekerasan terhadap masyarakat sipil.
"Alih-alih memperluas tugas TNI ke ranah sipil, perhatian seharusnya diarahkan pada penyelesaian masalah internal reformasi TNI," kata pernyataan tersebut.
Presiden Diminta Koreksi Langkah Menhan
Koalisi mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengoreksi langkah Menteri Pertahanan yang dianggap tidak sesuai dengan konstitusi.
Baca Juga: Titiek Soeharto Sindir Embung Rp127 Juta: Bukan Tampungan Air, Ini Malah Mirip Kolam Lele
"Jika Presiden tidak melakukan koreksi, maka publik bisa menilai bahwa Presiden turut terlibat dalam kekeliruan ini," tulis mereka.