• Minggu, 21 Desember 2025

Koalisi Masyarakat Sipil: Persoalan Hutan Masih Membelenggu Bangsa

Photo Author
- Selasa, 19 Agustus 2025 | 06:39 WIB
Ilustrasi - Kerusakan hutan. (Dok. Global Forest Watch)
Ilustrasi - Kerusakan hutan. (Dok. Global Forest Watch)

KONTEKS.CO.ID – ‎Koalisi Masyarakat Sipil Advokasi UU Kehutanan menilai bahwa hingga HUT ke-80 RI, bangsa Indonesia belum merdeka di bidang kehutanan.

“Benarkah bangsa Indonesia sudah benar-benar terbebas dari penjajahan di usia ke-80? Persoalan struktural kehutanan masih membelenggu bangsa,” ‎kata Rendi Oman Gara, Koalisi Masyarakat Sipil dari Perkumpulan HuMa dalam pernyataan sikap di Jakarta, Selasa, 19 Agustus 2025.

Hutan sebagai kekayaan bersama, ujar Rendi,‎ justru dimonopoli negara dan swasta melalui institusi yang menguasai pohon dan tenaga kerja.

Baca Juga: Pejabat BUMN Inhutani V Terjaring OTT, KPK: Terkait Suap Izin Pemanfaatan Kawasan Hutan

Menurut dia, masalah agraria di negeri ini menyejarah sejak kolonial dan tetap berlanjut hingga kini.

“Penjajahan atas rakyat bermula ketika kolonial merebut hutan sebagai sumber agraria untuk dieksploitasi, dengan menetapkan hutan sepenuhnya milik negara,” katanya.

Politik hukum kolonial Belanda bertumpu pada teori Raffles: seluruh tanah milik raja, lalu beralih ke negara kolonial, menjadikan negara sebagai super landlord yang berwenang menguasai tanah sekaligus menarik pajak bumi (landrente).

Akibatnya, semua tanah tanpa bukti eigendom dianggap sebagai landsdomein, sehingga rakyat bisa diusir, dikriminalisasi, dan hukum adat diabaikan.

Baca Juga: Mayoritas Hutan Alam yang Hilang pada 2024 Terjadi di Wilayah Izin Konsesi

Model penjajahan ini, kata Rendi, masih terlihat saat negara sepihak mengklaim kawasan hutan sebagai milik negara.

Padahal, Pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa hak menguasai negara hanyalah mandat dari rakyat, sehingga Hak Menguasai Negara tidak boleh lebih tinggi dari “hak bangsa.”

“Penjajahan modern tampak ketika rakyat dilarang hidup di dalam kawasan hutan,” katanya.

Atas dasar itu, UU Kehutanan harus direvisi secara paradigmatik karena gagal mewujudkan tujuan pembangunan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.***‎

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Setiawan Konteks

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X