KONTEKS.CO.ID - Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, mengungkapkan, kisah kasus Nenek Minah menginspirasi revisi Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP)
Seperti diketahui kasus Nenek Minah sempat mencuri perhatian publik pada 2019. Ia diadili di meja hijau hanya karena mengambil tiga buah kakao di perkebunan PT Rumpun Sari Antan (RSA).
Bukan cuma membuat publik terharu, Ketua Majelis Hakim, Muslih Bambang Luqmono, juga menangis saat membacakan vonis 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan 3 bulan.
Baca Juga: Fiber Academy Telkom Akses Luncurkan Kelas Industri Digital Bagi Siswa dan Guru
"Kasus ini kecil, namun sudah melukai banyak orang," katanya saat itu.
Menurut Habiburokhman, RUU KUHAP harus dilakukan supaya hukum hukan hanya berpijak pada pasal, tapi juga rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
“Kasus Nenek Minah itu menyedihkan. Unsur pelanggaran terpenuhi, iya. Tapi di mana hati nurani kita? Apa pantas seorang nenek harus masuk penjara hanya karena mencuri kakao?” kata Habiburokhman di Jakarta, mengutip laman DPR, Kamis 31 Juli 2025.
Lebih lanjut dikatakan, dalam draf revisi KUHAP yang tengah digarap, nilai-nilai restorative justice mulai dimasukkan. Restorative justice ialah pendekatan hukum yang menitikberatkan pada pemulihan hubungan antara pelaku dan korban, tak hanya menghukum.
Baca Juga: Nilai Tukar Rupiah Diprediksi Melemah Hari Ini, Sentimen Global Masih Jadi Penentu
“Kalau RUU KUHAP ini diterapkan, untuk kasus seperti Nenek Minah, cukup komunikasi antara pelaku dan korban. Kalau korban tak merasa dirugikan, ya selesai di tingkat penyidikan,” ungkapnya.
Bukan hanya kasus seperti Nenek Minah, konsep yang sama juga dapat diterapkan pada berbagai pelanggaran ringan lainnya. Mulai dari perkelahian antartetangga hingga perselisihan sepele yang kini justru menyesaki lembaga pemasyarakatan.
Anggota Fraksi Partai Gerindra ini mengatakan, saat melakukan kunjungan kerja ke daerah, ia menemukan lapas overkapasitas hingga 400%. Dan sebagian besar karena perkara-perkara minor.
Baca Juga: Bawaslu Kini Punya Kewenangan Lebih Menangani Pelanggaran Pilkada
“Bayangkan, 40 persen penghuni Lapas itu pelaku kejahatan ringan. Kalau semua bisa diselesaikan secara kekeluargaan, dengan pendekatan manusiawi, bukankah itu jauh lebih adil dan efisien?” klaimnya.
Melalui semangat perubahan ini, Komisi III DPR mendorong lahirnya KUHAP baru yang lebih berimbang, antara kekuasaan negara dan hak-hak warga negara. Karena hukum sejatinya bukan hanya alat kekuasaan, tapi jalan menuju keadilan yang bermartabat. ***