KONTEKS.CO.ID - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menyampaikan pleidoi atau nota pembelaannya dalam sidang perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis, 10 Juli 2025.
Dalam pledoi setebal 108 halaman yang ditulisnya sendiri, Hasto menegaskan bahwa ia tidak akan tunduk pada ketidakadilan.
“Maka, ketika hari ini saya berdiri di hadapan Majelis Hakim, di sini saya berdiri dengan semangat yang diwariskan oleh mereka yang tak pernah surut untuk kemuliaan bangsa dan negara, serta semangat untuk tidak tunduk pada ketidakadilan; untuk tidak menyerah pada hukum yang tunduk pada kekuasaan,” ujar Hasto di hadapan Majelis Hakim.
Hasto membuka pleidoinya dengan menyinggung sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang dibangun atas dasar keberanian dan semangat melawan penindasan.
Baca Juga: Kemendikdasmen Minta Tambahan Anggaran Lagi, Total Rp104,76 Triliun untuk Tahun 2026
Ia menyebut bahwa hukum dalam negara merdeka semestinya berpihak pada keadilan dan martabat manusia, bukan tunduk pada kepentingan kekuasaan.
“Lebih dari jutaan jiwa telah dipersembahkan, bukan hanya untuk mendirikan negara, tetapi untuk menjaga martabat bangsa, menegakkan kebenaran, dan mewujudkan keadilan,” katanya.
Ia pun menyatakan keyakinannya bahwa hukum yang sejati akan berpihak pada keadilan sosial.
“Saya percaya hukum yang benar adalah hukum yang berpihak kepada keadilan sosial dan martabat manusia,” ujar Hasto.
Baca Juga: Nelayan Temukan Lagi Seorang Korban KMP Tunu Pratama Jaya Mengambang di Laut
Seperti diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Hasto dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan.
Ia didakwa turut mendanai suap kepada mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan agar Harun Masiku dapat menjadi anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Selain itu, jaksa juga menyebut Hasto terbukti merintangi proses penyidikan yang dilakukan KPK.***