• Senin, 22 Desember 2025

Rehabilitasi Ira Puspadewi Bukti KPK di Bawah Kontrol Politik, Ray Rangkuti: Tajam ke Lawan, Lembek ke Kawan!

Photo Author
- Rabu, 26 November 2025 | 17:22 WIB
Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti (Foto: Istimewa)
Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti (Foto: Istimewa)

KONTEKS.CO.ID - Pemberian hak rehabilitasi kepada mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi, kembali mengundang sorotan terhadap arah pemberantasan korupsi nasional.

Kritikan keras datang dari Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti, yang menilai keputusan presiden tersebut memperkuat dugaan bahwa KPK semakin berada dalam kendali politik.

Sebelumnya, Ira divonis 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsidair tiga bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terkait kasus korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN).

Baca Juga: Keppres Belum Sampai ke KPK, Pembebasan Ira Puspadewi pun Tertahan, Menkum: Sampai Hari Ini Saya Belum Terima!

Putusan tersebut dibacakan pada 20 November 2025. Namun hanya beberapa hari berselang, hak rehabilitasi diberikan.

“Lagi, terpidana KPK dibebaskan oleh presiden. Sebelumnya, Hasto Kristiyanto diamnesti, dan kini Ira Puspadewi direhabilitasi oleh presiden. Keduanya merupakan terpidana kasus yang ditangani oleh KPK,” ujar Ray dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 26 November 2025.

Menurut Ray, rangkaian keputusan itu bukanlah kejutan. Ia menyebut akar persoalan sudah terlihat sejak revisi Undang-undang KPK di era pemerintahan Jokowi, yang menurutnya menyebabkan lembaga antirasuah kehilangan independensinya dan berada di bawah kontrol eksekutif.

“Apa yang terjadi hari ini di KPK adalah hasil dari apa yang ditanam oleh pemerintahan sebelum ini. Revisi UU KPK yang menjadikan lembaga ini di bawah kontrol politik. KPK seperti lembaga penegak hukum lainnya, berada di bawah kekuasaan presiden (eksekutif). Penyidiknya harus PNS. Maka tidak heran, jika akhirnya lembaga ini akan lebih dekat ke politik dari pada independensinya,” jelas Ray.

Ia juga menyoroti persoalan etik di internal KPK, terutama lantaran ketuanya dijabat oleh perwira aktif Polri.

Meski Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusan Nomor 114/2025, Ray menilai rangkap jabatan itu tetap tak dapat dibenarkan.

Baca Juga: KPK Tunggu SK Rehabilitasi, Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Siap Bebas: Kuasa Hukum Sudah Standby di Rutan

“Dari sisi etika, jabatan rangkap seperti ini jelas tidak dapat dibenarkan. Lebih tidak dapat dibenarkan setelah adanya putusan MK Nomor 114/2025. Kenyataannya, yang bersangkutan tetap memilih kedua jabatan ini. Polisi aktif sekaligus ketua KPK. Bagaimana berbicara pemberantasan korupsi di tengah kurangnya etika jabatan di tubuh KPK sendiri?” sindirnya.

Ray mengingatkan bahwa seluruh pimpinan KPK saat ini merupakan komisioner yang dilantik di era Jokowi, sehingga pola penanganan kasus menurutnya tampak serupa: keras terhadap pihak yang berseberangan dengan kekuasaan, tapi lunak terhadap kelompok yang dekat dengan pemerintah sebelumnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rizki Adiputra

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X