• Minggu, 21 Desember 2025

Deret Kontroversi KUHAP Baru: Polemik Pasal Penyadapan hingga Pemblokiran Kian Mengemuka

Photo Author
- Jumat, 21 November 2025 | 11:00 WIB
Menyoroti kontroversi pasal-pasal dalam KUHAP Baru yang dinilai picu kekhawatiran warga RI. (Dok. Gerindra)
Menyoroti kontroversi pasal-pasal dalam KUHAP Baru yang dinilai picu kekhawatiran warga RI. (Dok. Gerindra)

KONTEKS.CO.ID - Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru yang disahkan pada 18 November 2025 kembali menjadi sorotan publik.

Sejumlah aturan krusial dinilai menimbulkan pertanyaan besar, terutama terkait pasal penyadapan, definisi keadaan mendesak, hingga kewenangan pemblokiran.

Kontroversi ini menguat setelah pengulas kebijakan publik, Ferry Irwandi, menguraikan isi naskah KUHAP melalui kanal YouTube Malaka Project pada 21 November 2025.

Baca Juga: Selamatkan Tabungan Hari Tua ASN, KPK Setor Balik Uang Korupsi Taspen Hampir Rp1 Triliun

Dalam pemaparannya, Ferry menegaskan bahwa ia telah membaca keseluruhan dokumen.

“Saya sudah baca semua pasal di 156 halaman itu untuk memahami lebih dalam tentang produk hukum terbaru di Indonesia,” ujarnya.

Ia menyebut proses pengesahan berlangsung cepat dan minim ruang tinjauan publik.

Perbedaan Naskah 13-18 November dan Kekhawatiran Soal Transparansi

Baca Juga: Tak Cuma Kemenag, KPK Kini Obok-obok BPKH untuk Selidiki Dugaan Permainan Vendor di Arab Saudi

Salah satu isu yang memantik diskusi adalah perubahan substansial antara draf KUHAP tanggal 13 November dan versi final yang disahkan lima hari kemudian.

Menurut Ferry, publik baru dapat mengakses dokumen final hanya beberapa jam sebelum disahkan.

Ia menilai kondisi itu menjadi celah munculnya misinformasi.

Dalam ulasannya Ferry mengatakan, “Draf tanggal 13 November berbeda jauh dari versi final 18 November, dan publik tidak memiliki waktu memadai untuk membaca naskah setebal 156 halaman itu.”

Baca Juga: Gunung Semeru Erupsi, Tapi Penerbangan Masih Aman! AirNav Pantau Rute dan Bandara Intensif

Perubahan cepat naskah tersebut, menurut Ferry, dapat menimbulkan distorsi informasi karena publik hanya menerima potongan penjelasan tanpa bisa memverifikasi dokumen aslinya.

Sorotan atas Pasal Penyadapan, Penangkapan, dan Keadaan Mendesak

Ferry juga menyoroti beberapa pasal yang dianggap rawan multitafsir, terutama pasal terkait penyitaan, penyadapan, dan pemblokiran.

Tentang penyadapan, Ferry menekankan poin penting dalam Pasal 136, dengan penjelasan bahwa aturan teknisnya belum memiliki undang-undang khusus yang mengatur pelaksanaan.

Baca Juga: Bareskrim Polri Gulung 2 Jaringan Pinjol Ilegal: Teror dan Sebar Foto Editan Tak Senonoh Korban

“Terkait penyadapan tentu ini sudah berkaitan dengan hak asasi dan privasi masyarakat. KUHAP baru mengatur soal penyadapan dalam Pasal 136,” jelasnya.

Ia menilai kekosongan aturan turunan dapat membuat mekanisme penyadapan berada di area abu-abu secara hukum.

Selain itu, frasa “keadaan mendesak” yang muncul dalam Pasal 120 tentang penyitaan dan Pasal 140 mengenai pemblokiran juga dikritisinya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rat Nugra

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X