• Minggu, 21 Desember 2025

KPK Tak Gerak Tangani Laporan Korupsi Whoosh, Petrus Selestinus: “Semua Berhenti di Telaah”

Photo Author
- Kamis, 6 November 2025 | 08:10 WIB
Seri Diskusi Kebangsaan yang digelar Strategi Institute dengan tema “Skandal Whoosh Pintu Masuk Bongkar Korupsi Jokowi” di Gedung Gerakan Bhineka Nasionalis (GBN), Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Seri Diskusi Kebangsaan yang digelar Strategi Institute dengan tema “Skandal Whoosh Pintu Masuk Bongkar Korupsi Jokowi” di Gedung Gerakan Bhineka Nasionalis (GBN), Tanah Abang, Jakarta Pusat.

KONTEKS.CO.ID - Pengamat hukum Petrus Selestinus melontarkan kritik tajam terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani dugaan korupsi proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung Whoosh.

Petrus Selestinus menilai lembaga antirasuah tersebut kini tidak lagi menjalankan fungsi penindakan secara optimal dan terlihat pasif terhadap berbagai laporan masyarakat.

Menurut Petrus, sejumlah laporan publik terkait dugaan penyimpangan anggaran proyek kereta cepat seolah tidak pernah ditindaklanjuti dengan serius.

Ia menyoroti bahwa KPK hanya berhenti pada tahap telaah tanpa melakukan langkah konkret, seperti pemanggilan terhadap pelapor maupun pihak-pihak terkait.

Baca Juga: Lewat Kreasi Kaltara Inklusif, Telkom Hadirkan Inisiatif Pemberdayaan bagi Penyandang Disabilitas

“Selama ini, setiap laporan masyarakat mengenai Covid-19, kekurangannya, tidak ada satu pun yang dipanggil. Semua berhenti pada pernyataan telah selesai ditelaah,” ujar Petrus Selestinus.

Ia kemudian membandingkan kondisi KPK saat ini dengan masa kejayaannya. Petrus menilai efektivitas lembaga tersebut telah merosot tajam dan tidak lagi menjadi alat negara yang kuat dalam pemberantasan korupsi.

“Posisi KPK hari ini tidak untuk itu. Dia sudah hilang segala fungsinya,” katanya.

Dalam Seri Diskusi Kebangsaan yang digelar Strategi Institute dengan tema “Skandal Whoosh Pintu Masuk Bongkar Korupsi Jokowi” di Gedung Gerakan Bhineka Nasionalis (GBN), Tanah Abang, Jakarta Pusat, Petrus juga menyoroti peran regulasi.

Baca Juga: Prabowo Pasang Badan Bayar Utang, KPK Pastikan Akan Terus Usut Kasus Whoosh

Sorotan itu utamanya mengenai penggunaan Peraturan Presiden (Perpres)dan Peraturan Pemerintah (PP), yang menurutnya justru membuka ruang penyalahgunaan kewenangan dalam proyek-proyek strategis nasional, termasuk proyek kereta cepat.

Ia menilai sejumlah perpres tersebut berpotensi menjadi alat untuk menyelewengkan anggaran karena tidak melalui mekanisme perubahan undang-undang APBN.

“Sampai sekarang kita cek, tidak ada perubahan APBN dalam bentuk undang-undang yang memuat anggaran untuk kereta cepat. Tahun 2021, 2022, bahkan 2023 tidak ada satu aturan pun yang mengatur itu,” ujar Petrus Selestinus.

Baca Juga: Gubernur Riau Abdul Wahid Akan Gunakan Uang 'Jatah Preman' untuk Pergi ke Inggris, Brasil, dan Malaysia

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Eko Priliawito

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X