KONTEKS.CO.ID – Mantan Intelijen Negara, Kolonel (Purn) Sri Radjasa Chandra, menyebut cawe cawe Jokowi membuat Kejaksaan Agung (Kejagung) belum leluasa usut korupsi di BUMN hingga lapisan terdalam.
Sri Radjasa dilansir dari siniar Forum Keadilan Tv pada Rabu, 29 Oktober 2025, menyampaikan, banyak terjadi korupsi di BUMN sebagaimana data Indonesian Corruption Watch (ICW).
Angka korupsi BUMN selama pemerintahan Jokowi berkuasa versi ICW nyaris menyentuh angka Rp290 triliun.
Korupsi ini bukan hanya ugal-ugalan mengambil duit negara, tetapi juga patgulipat kebijakan. Pemimpin tertinggi, termasuk presiden seharusnya ikut bertanggung jawab.
"Seperti kasus [minyak mentah] Pertamina, Presiden harus bertanggung jawab, menteri harus bertanggung jawab," ucapnya.
Dalam kenyataannya, lanjut Sri Radjasa, para petinggi tersebut dieliminir karena aparat penegak hukum kerap menjadi alat kekuasaan.
"Bukan alat hukum untuk menegakkan keadilan," tandasnya.
Baca Juga: Belum Sentuh Bos Adaro, Kejagung Dinilai Masih Setengah Hati Bongkar Korupsi Minyak Mentah Pertamina
Menurut Sri Radjasa, tidak mungkin Jokowi tidak terlibat maraknya korupsi di BUMN. Pada era dia, korupsi di perusahaan pelat merah sudah sangat transparan.
"Penyelewengan ya kan, penyalahgunaan wewenang, kemudian menjual aset," ucapnya.
Penegak hukum, khususnya Kejagung, sampai dengan saat ini masih belum leluasa memberangus korupsi di BUMN, khususnya mengusut pihak utamnya.
Ia berpendapat, ini terjadi karena penegak hukum menilai bahwa Jokowi merupakan salah satu suksesor Prabowo terpilih menjadi presiden.
"Ketika Jokowi lengser, kemudian masuk Prabowo, jadi masih terjadi adanya dualisme loyalitas," ucapnya.
Karena praktik cawe-cawe Jokowi, lanjut dia, penegak hukum, terutama Kejaksaan takut untuk mengambil langkah-langkah konkret dalam pemberatan korupsi.
"Ketika itu masuk ke ranahnya Jokowi, masih ada ini karena mereka masih menganggap, awalnya Prabowo adalah bagian daripada suksesinya Jokowi.
"Tapi kan sekarang kenyataannya tidak seperti itu," ucapnya.
Sedikit demi sedikit Prabowo menunjukkan bahwa netralitasnya sebagai presiden tidak bisa diintervensi oleh kekuatan manapun, apalagi kekuatan politik dalam negeri.
Ia menilai, ini kelihatannya baru mulai dirasakan oleh Kejagung setelah Prabowo terlihat sangat marah belum diusutnya kasus-kasus korupsi besar di BUMN.
"Bahkan dia bilang tidak pandang bulu, enggak ada beking-bekingan, sikat," ujarnya.
Sedangkan alasan Prabwo tidak mengganti pucuk pimpinan Kejaksaan, Sri Radjasa bepandangan bahwa dia ingin lebih lembut (soft) dan demokratis.
Baca Juga: Kejagung Periksa Dua Orang Saksi Penandatanganan Akta Pemberian Kredit Bank DKI ke Sritex
"Jadi dia tidak ingin mengedepankan gaya-gaya militer kan, sikat, ganti," katanya.
Terlibih lagi, ujar Sri Radjasa, Jaksa Agung ST Burhanuddin sudah mulai paham dengan pesan-pesan yang disampaikan Prabowo.
"Prabowo melihat mulai ada perubahan," katanya.***
Artikel Terkait
Eks Intelijen Negara Ungkap Rahasia di Balik Penugasan Gibran ke Papua: Bayangan Jokowi dan Strategi Prabowo Jauhkan dari Isu Pemakzulan
Korupsi Jumbo Berhasil Dibongkar Kejagung Disebut Baru Permukaan, Belum Sentuh Dalamnya
Belum Sentuh Bos Adaro, Kejagung Dinilai Masih Setengah Hati Bongkar Korupsi Minyak Mentah Pertamina
Mantan Intelijen Sebut Nama Ini Bikin Kejagung 'Jiper' Periksa Big Bos Perusahaan Diperkaya dari Solar Super Murah Pertamina
Eks Intelijen Sebut Jokowi di Balik Kebalnya Silfester Matutina dari Eksekusi Penjara
Eks Intelijen: Prabowo Geram karena Terjadi Pembiaran Korupsi di BUMN