Ketidakjelasan tersebut tidak sejalan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD NRI 1945, yang terkait dengan asas equality before the law juga mengandung asas kepastian hukum yang menghendaki suatu norma harus mengandung kejelasan, tidak menimbulkan multitafsir, tidak menimbulkan kontradiksi dan atau dapat dilaksanakan.
Oleh karena itu, siapapun dapat memahami makna atas suatu norma atau ketentuan hukum secara jelas.
Pasal 16 Ayat (1) huruf a dan Pasal 17 Ayat (1) saling bertentangan terkait frasa meninggal dunia dan mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum. Hal ini bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD NRI 1845.
Baca Juga: Prof Faisal Santiago: Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR Bentuk Ketidakadilan
Dengan demikian, kerugian konstitusional para Pemohon tidak adanya kepastian hukum yang adil terkait batasan atau mekanisme yang jelas mengenai gaji pensiun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Pemohon menyampaikan, di Korea Selatan, Jepang, dan Singapura, pemberian dana pensiun merupakan hasil dari iuran atau potongan dari gaji pokok selama menjabat sebagai Pimpinan/Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.
Di negara-negara tersebut menganggap skema pensiun khusus para pejabat publik dibayarkan seumur hidup dan diberikan hanya setelah masa jabatan yang relatif singkat.***
Artikel Terkait
Uang Pensiun Sri Mulyani Sekitar Rp3 Juta, Ini Rinciannya Usai Purna Tugas Dari Kursi Menteri Keuangan
Prof Faisal Santiago: Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR Bentuk Ketidakadilan
Prof Laksanto: MK Harus Hapus Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR
Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR Aturan Konyol dan Rugikan Negara
MAKI: Uang Pensiun Anggota DPR Salahi Ketentuan, MK Harus Kabulkan Permohonan