KONTEKS.CO.ID – Dua dosen dan lima mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) sampaikan alasan mengajukan permohonan uji materi tentang uang pensiun seumur hidup anggota DPR.
Mereka menyampaikannya dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Senin, 27 Oktober 2025.
Adapun kedua dosen FH UII selaku pemohon I dan II adalah Ahmad Sadzali dan Anang Zubaidy. Sedangak pemohon III-VII adalah mahasiswa, yakni Muhammad Farhan Kamase, Alvin Daun, Zidan Patra Yudistira, Rayhan Madani, dan Muhammad Fajar Rizki.
Baca Juga: MAKI: Uang Pensiun Anggota DPR Salahi Ketentuan, MK Harus Kabulkan Permohonan
Mereka menguji Pasal 12, Pasal 16 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat (1) huruf a, Pasal 19 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara (UU 12/1980) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).
Dalam persidangan perkara Nomor 191/PUU-XXIII/2025 yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo bersama dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah ini, Ahmad Sadzali mengalami kerugian konstitusional sebagai dosen dan pendidik.
Menurut Ahmad Sadzali, dana pensiun anggota DPR akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk kepentingan pendidikan, salah satunya untuk level perguruan tinggi.
Baca Juga: Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR Aturan Konyol dan Rugikan Negara
Para pemohon mengatakan, pasal-pasal yang mengatur pemberian dana pensiun tersebut merugikan hak konstitusional mereka.
Sebab, pajak yang dibayarkan para pemohon semestinya dipergunakan untuk pemenuhan hak-hak dasar masyarakat dan pembangunan sarana prasarana umum yang bermanfaat pada masyarakat, dibanding dialokasikan kepada Pejabat Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.
Salah satunya bahwa berdasarkan Pasal 16 Ayat (1) huruf a UU 12 Tahun 1980 diatur mengenai pembayaran pensiun bagi pejabat tinggi negara berhenti apabila yang bersangkutan meninggal dunia.
Baca Juga: Prof Laksanto: Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR Sangat Menyakiti Buruh
Namun, Pasal 17 Ayat (1) UU a quo menjelaskan, apabila penerima pensiun meninggal dunia, maka diberikan dana pensiun janda/duda kepada suami/istrinya yang sah sebesar setengah dari pensiun yang diterima.
Kontradiksi antara kedua pasal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum, sebab tidak jelas apakah meninggal dunianya penerima pensiun menyebabkan penghentian total pembayaran pensiun ataukah sekadar perubahan penerima manfaat.
Artikel Terkait
Uang Pensiun Sri Mulyani Sekitar Rp3 Juta, Ini Rinciannya Usai Purna Tugas Dari Kursi Menteri Keuangan
Prof Faisal Santiago: Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR Bentuk Ketidakadilan
Prof Laksanto: MK Harus Hapus Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR
Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR Aturan Konyol dan Rugikan Negara
MAKI: Uang Pensiun Anggota DPR Salahi Ketentuan, MK Harus Kabulkan Permohonan