• Senin, 22 Desember 2025

Penjelasan Jokowi Soal Kereta Cepat Whoosh dan Alasan Pembangunan Proyeknya

Photo Author
- Senin, 27 Oktober 2025 | 17:15 WIB
Jokowi soal kereta cepat Whoosh  (Foto: Instagram/@jokowi)
Jokowi soal kereta cepat Whoosh (Foto: Instagram/@jokowi)

KONTEKS.CO.ID - Presiden RI ke-7, Joko Widodo (Jokowi) buka suara soal Kereta Cepat Whoosh yang jadi sorotan soal utang proyek tersebut.

Diketahui, proyek kereta cepat tersebut dilakukan di era kepemimpinan Jokowi. Kini dia menyampaikan alasan membangun proyek kereta tujuan Jakarta-Bandung itu.

Menurutnya, alasan proyek itu adalah parahnya kemacetan Jakarta dan sekitarnya.

Baca Juga: Praperadilan Delpedro Marhaen Ditolak, Ini Pertimbangan Hakim

"Ini, jadi kita harus tahu masalahnya dulu, ya. Di Jakarta itu kemacetannya sudah parah. Ini sudah sejak 30 tahun, 40 tahun yang lalu, 20 tahun yang lalu dan Jabodetabek juga kemacetannya parah," kata Jokowi kepada wartawan di Solo, Senin 27 Oktober 2025.

Kemacetan parah, kata dia, juga terjadi di wilayah Bandung. Dia menyebut, negara mengalami kerugian di atas Rp100 triliun per tahun.

Lantaran itu, perlu moda transportasi untuk mengurangi kerugian dan berharap orang berpindah dari kendaraan pribadi ke moda transportasi umum.

Baca Juga: Netanyahu Ngotot Israel yang Tentukan Pasukan Asing di Gaza, Indonesia Menunggu

"Nah, untuk mengatasi itu kemudian direncanakan dibangun yang namanya MRT, LRT, kereta cepat, dan sebelumnya lagi KRL. Ada juga kereta bandara agar masyarakat berpindah dari transportasi pribadi mobil atau sepeda motor ke Kereta cepat, MRT, LRT, kereta bandara, KRL," jelasnya.

"Agar kerugian itu bisa terkurangi dengan baik. Dan prinsip dasar transportasi massal, transportasi umum itu adalah layanan publik. Ini kita juga harus ngerti bukan mencari laba," imbuhnya.

Dia berpendapat, transportasi massal tak bisa dilihat hanya dari laba, tapi juga keuntungan sosial, salah satunya pengurangan emisi karbon.

"Jadi, sekali lagi, transportasi massal, transportasi umum, itu tidak diukur dari laba, tetapi adalah diukur dari keuntungan sosial. Social return on investment, misalnya, pengurangan emisi karbon," tuturnya.

Baca Juga: Helikopter dan Jet Tempur AS Jatuh di Laut China Selatan

"Di situlah keuntungan sosial yang didapatkan dari pembangunan transportasi massal. Jadi sekali lagi, kalau ada subsidi itu adalah investasi, bukan kerugian," tegasnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Lopi Kasim

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X