KONTEKS.CO.ID - Presiden Prabowo Subianto telah resmi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Nasional.
Aturan setebal 103 pasal ini menjadi dasar hukum baru bagi pelaksanaan mekanisme seperti perdagangan karbon dan pungutan karbon di Indonesia.
Ditetapkan dan diundangkan pada 10 Oktober 2025, Perpres ini sekaligus menggantikan aturan sebelumnya, yakni Perpres Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon.
Dalam pertimbangannya, pemerintah menegaskan bahwa langkah ini diambil untuk merespons pemanasan global dan perubahan iklim yang telah berdampak negatif terhadap lingkungan dan keberlangsungan hidup manusia.
Baca Juga: Rilis Film Ozora, Jonathan Latumahina Beberkan Kondisi Terkini Sang Putra: Bak Anak Usia 10 Tahun
"Perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional," demikian bunyi kutipan dalam beleid tersebut, Rabu, 22 Oktober 2025.
Perpres ini juga dirancang untuk memperkuat pencapaian komitmen iklim Indonesia dalam Perjanjian Paris, atau yang dikenal sebagai Nationally Determined Contribution (NDC), secara selaras dengan pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan.
Menurut Pasal 2, Perpres ini mengatur pengendalian perubahan iklim melalui beberapa mekanisme utama, di antaranya: Alokasi Karbon; Penyusunan dan penetapan NDC; Tata laksana penyelenggaraan instrumen NEK; Kerangka transparansi; Pemantauan dan evaluasi; Pembinaan dan pendanaan; dan Pembentukan komite pengarah.
Pasal 3 menyebutkan bahwa Alokasi Karbon akan disusun berdasarkan data inventarisasi emisi GRK, Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah Nasional (RPJPN/RPJMN), serta pertimbangan aspek ekonomi dan pengendalian perubahan iklim.
Baca Juga: Blunder Soal Produk Tiruan, Menteri UMKM Maman Abdurrahman Akhirnya Minta Maaf
Proses ini akan melibatkan sinergi antar kementerian, termasuk yang membidangi urusan kehutanan, lingkungan hidup, energi, industri, pertanian, keuangan, dan perencanaan pembangunan nasional.
Perpres ini juga merinci sektor dan sub-sektor yang menjadi sasaran aksi mitigasi perubahan iklim. Sektor utamanya (Pasal 9) meliputi energi, limbah, proses industri dan penggunaan produk, pertanian, kehutanan, serta kelautan dan perikanan.
Adapun sub-sektornya mencakup pembangkit, transportasi, bangunan, limbah padat, limbah cair, persawahan, peternakan, perkebunan, hingga pengelolaan gambut, mangrove, dan karbon biru (blue carbon).
Baca Juga: Remaja Kanada Sulap Shuttlecock Bekas Jadi Aksi Cinta Lingkungan
Artikel Terkait
Setahun Pemerintahan Prabowo, Mentan: NTP dan Serapan Beras Bulog Capai Rekor Baru
Perjuangan Panjang Ditjen Pesantren Hampir Tuntas, Tinggal Tunggu Tanda Tangan Presiden Prabowo
Disambut Hangat di Istana Merdeka, Prabowo-Ramaphosa Sepakat Perluas Kerja Sama Strategis
Soto Banjar hingga Kopi Gayo: Diplomasi Kuliner ala Prabowo Hangatkan Pertemuan dengan Presiden Afrika Selatan
Prabowo Pastikan Hadiri KTT G20 di Afrika Selatan, Dorong Tatanan Ekonomi Global Lebih Inklusif