Harli menjelaskan, berdasarkan hasil penyidikan, ASK dan ARL diduga mengalihkan aset PTPN I melalui kerja sama antara PT Nusa Dua Propertindo (NDP) dan PT Ciputra Land dengan pola Kerja Sama Operasional (KSO).
Hasil penyidikan, selama tahun 2022-2023, tersangka IS telah mengajukan permohonan Hak Guna Bangunan (HGB) atas beberapa bidang tanah yang berstatus sebagai Hak Guna Usaha PTPN I.
Baca Juga: WhatsApp Catat 130 Miliar Pesan per Hari, Kuasai 90 Persen Pasar di 14 Negara
IS mengajukan permohonan tersebut secara bertahap kepada ARL dan disetujui tanpa memenuhi syarat hukum yang semestinya.
"Dalam proses pengubahan HGU PTPN I menjadi HGB atas nama PT NDP, tersangka IS bersama ASK dan ARL menyebabkan terbitnya surat HGB yang tidak sah. Padahal, lahan itu masih berstatus aset negara," terangnya.
Menurut Harli, lahan negara yang digelapkan dan dijual itu kemudian dikembangkan menjadi kompleks perumahan mewah Citraland oleh PT DMKR (Deli Megapolitan Kawasan Residensial), yang bekerja sama dengan Ciputra Land.
Baca Juga: KPK Ngotot Mahfud MD Lapor Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat
Namun, lanjut Harli, kewajiban yang seharusnya dipenuhi PT NDP diabaikan.
"Lahan tersebut justru dikembangkan dan dijual oleh PT DMKR menjadi perumahan mewah Citraland meski statusnya masih terkait dengan aset negara," ujarnya.
"Tindakan tersebut mengakibatkan hilangnya aset negara sebesar 20 persen dari seluruh luas HGU yang diubah menjadi HGB karena Revisi Tata Ruang," tandas Harli Siregar.***
Artikel Terkait
Kasus Korupsi Rp300 Triliun? IAW Desak Kejagung Bongkar Dugaan Skandal Ciputra Group
Disinyalir Rugikan Negara Rp300 Triliun, Kasus Dugaan Skandal Ciputra Group Harus Didalami Profesional
P3S Desak KPK dan Kejagung Usut Mark up Proyek Kereta Cepat Whoosh dan Periksa Jokowi
Inilah Daftar Mobil Mewah Koleksi Riza Chalid yang Disita Kejagung
Komjak Ingatkan Kejagung Soal Koreksi Prabowo Terkait Jaksa