• Minggu, 21 Desember 2025

UU Cipta Kerja Kembali Digugat ke MK, Ada Dua Gugatan, Ini Isinya

Photo Author
- Senin, 20 Oktober 2025 | 15:46 WIB
Ilustrasi UU Cipta Kerja 2023 atau UU Omnibus Law. (Istimewa)
Ilustrasi UU Cipta Kerja 2023 atau UU Omnibus Law. (Istimewa)

KONTEKS.CO.ID - Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja atau dikenal dengan UU Omnibus Law kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi atau MK.

LSM Pantau Gambut jadi satu di antara penggugat UU tersebut.

Ada dua gugatan diajukan ke MK yang berkaitan dengan deforestasi dan pelanggaran hak asasi manusia.

Baca Juga: Ini Capaian Kekayaan Intelektual dan Peraturan Perundang-Undangan Kemenkum Setahun Prabowo-Gibran

“(UU itu) digunakan sebagai dalih untuk melegitimasi proyek-proyek industri besar,” kata Salsabila Khairunisa, peneliti LSM Pantau Gambut.

“Mereka tidak mempertimbangkan kesejahteraan rakyat,” dia menambahkan.

Yang dipersoalkan adalah Undang-Undang Cipta Kerja 2023 yang menggantikan omnibus law sebelumnya, dan pengukuhannya terhadap penetapan “Proyek Strategis Nasional” (PSN) yang kontroversial.

Baca Juga: Rosan Yakin Tahun Ini Danantara Keruk Dividen dari BUMN Sebesar Rp140 Triliun

Sebelumnya hanya dapat ditetapkan melalui keputusan presiden, PSN dianggap sebagai cara untuk mempercepat proyek infrastruktur besar dan menarik investasi.

Namun status ini juga menggantikan kewajiban analisis dampak lingkungan dengan “surat pernyataan komitmen”, serta membatasi partisipasi hanya bagi pihak yang “terdampak langsung”, sehingga menyingkirkan peran LSM dan pakar independen.

“Dalam praktiknya, masyarakat terdampak tidak selalu memiliki pengetahuan, keberanian, atau akses untuk menyampaikan keberatan,” tulis peneliti Universitas Negeri Semarang dalam sebuah analisis.

Baca Juga: Singgung Banyak Pejabat yang Lemah Iman, Prabowo: Kejaksaan dan Kepolisian Jangan Melakukan Kriminalisasi

Para pengkritik mengatakan PSN digunakan untuk proyek-proyek yang manfaat domestiknya minim, termasuk kawasan industri yang dikelola perusahaan asing, serta memungkinkan pengembang mengabaikan perlindungan lingkungan dan hak masyarakat.

Salah satu contoh mencolok adalah proyek di Merauke, Papua Selatan, yang oleh sebagian aktivis lingkungan disebut sebagai “proyek deforestasi terbesar di dunia”.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ari DP

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X