• Senin, 22 Desember 2025

Sedot Solar Subsidi, Pengamat Tegaskan Negara Bisa Tagih Selisih Harga ke Vale, Adaro, dan PAMA

Photo Author
- Jumat, 17 Oktober 2025 | 06:28 WIB
Pengamat hukum Fernandes Raja Saor mengatakan negara bisa menghitung selisih harga solar subsidi dan nonsubsidi yang dinikmati Vale, Adaro, dan PAMA untuk kemudian ditagih. (foto: canva )
Pengamat hukum Fernandes Raja Saor mengatakan negara bisa menghitung selisih harga solar subsidi dan nonsubsidi yang dinikmati Vale, Adaro, dan PAMA untuk kemudian ditagih. (foto: canva )

KONTEKS.CO.ID – Perkara dugaan korupsi tata kelola bahan bakar minyak (BBM) yang mendudukkan mantan Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, ke kursi pesakiran mulai melebar ke sejumlah perusahaan tambang raksasa di Indonesia.

Surat dakwaan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mencantumkan sederet perusahaan industri ternama. Antara lain, PT Vale Indonesia Tbk. (INCO), PT Adaro Indonesia, dan PT Pamapersada Nusantara (PAMA).

Mereka disebut-sebut menyedot solar nonsubsidi dengan harga di bawah ketentuan pasar sepanjang tahun 2021 hingga 2023.

Baca Juga: Lagi Tidur Nyenyak, Warga Kabupaten Sarmi Papua Digoyang Gempa Besar Magnitudo 5,2

Tetapi ada pengamat yang berpandangan, penyebutan nama-nama perusahaan ini belum tentu mengindikasikan adanya pelanggaran dari sisi pembeli. Melainkan potensi kelalaian tata kelola dari pihak pemasok BBM, yakni Pertamina.

Pengamat hukum Fernandes Raja Saor, mengatakan, salah satu inti dakwaan adalah penetapan harga jual BBM oleh Patra Niaga yang terlalu rendah.

“Singkatnya, jaksa menuduh bahwa terdakwa menjual BBM nonsubsidi kepada perusahaan swasta dengan harga yang lebih murah dari harga jual minimum (bottom price) yang seharusnya. Bahkan ada yang lebih rendah dari harga pokok produksi Pertamina Patra Niaga,” katanya, Kamis 16 Oktober 2025.

Baca Juga: Tekuk Kodai Naraoka, Gaya Agresif Jojo Tantang Shi Feng Li di Perempat Final Denmark Open 2025

Dalam rantai bisnis migas, sambung Fernandes, pembeli tidak mempunyai kendali atas perhitungan harga dasar. Namun tunduk pada penawaran resmi dari pemasok.

“Pembeli kan biasanya menggunakan proses tender untuk mencari harga termurah, dan selama ini membeli BBM dari Patra Niaga karena selalu ditawarkan harga termurah. HPP dan Bottom Price Patra Niaga kan bukan informasi umum juga. Jadi wajar kalau pembeli tidak mengetahui harganya berapa,” jelasnya.

Jual Solar Non-Subsidi: Potensi Kerugian Negara dan Cara Pemulihan

Berdasarkan dakwaan, kerugian negara akibat penjualan solar nonsubsidi di bawah harga pasar mencapai Rp2,54 triliun. Dari nilai itu, PT Adaro Indonesia disebut menerima selisih manfaat sekitar Rp168,5 miliar. Kemudian Vale Indonesia Rp62,1 miliar, dan PAMA sekitar Rp958 miliar.

Fernandes Raja Saor menegaskan, negara masih mungkin menagih kekurangan bayar atau pertanggungjawaban dari korporasi. Tetapi pengembaliannya sebaiknya dibatasi dengan mengenakan harga pembanding terendah.

Baca Juga: Usai Temuan Udang RI Radioaktif, FDA Umumkan 16 Merek Kayu Manis Mengandung Kadar Timbal Tinggi

“Selama ini pembeli sudah menikmati harga yang lebih murah dari seharusnya. Jika tidak ada pengembalian, hal itu bisa dianggap sebagai keuntungan yang bukan semestinya (unjust enrichment). Tapi agar adil, jumlah yang dikembalikan sebaiknya tidak serta merta merujuk HPP atau harga jual Pertamina,” paparnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Iqbal Marsya

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X