• Senin, 22 Desember 2025

Kejagung Harus Bongkar Keterlibatan Adaro, Antam, Pama, dan Perusahaan Lainnya Terkait Solar Haram

Photo Author
- Selasa, 14 Oktober 2025 | 11:59 WIB
PAMA untung Rp1 triliun dari skandal solar murah. (Instagram @pamapersadaofficial)
PAMA untung Rp1 triliun dari skandal solar murah. (Instagram @pamapersadaofficial)
KONTEKS.CO.ID –Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti (Usakti) Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan, Kejaksaan Agung (Kejagung) harus bongkar 13 perusahaan besar penadah solar "haram", di antaranya PT Adaro Indonesia, PT Antam, dan PT Pamapersada Nusantara (PAMA).
 
"Ini harus dibongkar semua, harus, " kata Fickar kepada Konteks di Jakarta, Selasa, 14 Oktober 2025.
 
Fickar menegaskan, belasan purusahaan di atas merupakan korporasi raksasa yang tentunya wajib menjaga nama baik atau kredibititasnya dengan tidak melakukan perbuatan melawan hukum.
 
 
"Pasti ada divisi hukumnya. Jadi, perusahaan-perusahaan sebesar itu, selain tekanannya pada divisi bisnis, pasti ada divisi hukumnya juga," kata dia.
 
Fickar menyampaikan, divisi hukum ini selaku filter atau yang menyaring apakah satu tindakan itu legal atau ilegal, termasuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) solar di bawah bottom price, bahkan lebih murah dari harga pokok penjualan (HPP) dan harga dasar solar bersubsidi.
 
"Itulah yang sebenarnya menyaring tindakan-tindakan yang didasarkan pada aturan-aturan main yang benar," ujarnya.
 
Divisi hukum perusahaan sebagai pengawal good governance. Menurutnya, perusahaan-perusahaan tersebut juga harus ditelisik, apakah mendapatkan harga spesial tersebut melalui tender sesuai ketentuan atau bukan.
 
 
Surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) bahwa belasan perusahaan besar itu diperkaya dari penjualan BBM tersebut tentunya merupakan perbuatan melawan hukum.
 
"Nah, itu yang bisa menjeratnya. Artinya, transaksi itu menjadi melawan hukum," ujarnya. 
 
JPU Kejagung ungkap 13 perusahaan diuntungkan terkait pembelian BBM. Berdasarkan data hasil audit internal dan pemeriksaan kejaksaan, transaksi ilegal tersebut berlangsung sepanjang 2018 hingga 2023, melibatkan sejumlah subholding Pertamina serta kontraktor kerja sama migas (KKKS).
 
Berikut daftar perusahaan yang menerima keuntungan dari praktik penjualan solar di bawah harga pokok:
 
 
PT Pamapersada Nusantara (PAMA) — Rp958,38 miliar (anak usaha Astra Group/PT United Tractors Tbk)
PT Berau Coal — Rp449,10 miliar (bagian dari Sinar Mas Group, dipimpin Fuganto Widjaja)
PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) — Rp264,14 miliar (anak usaha BUMA International/Delta Dunia Makmur - DOID)
PT Merah Putih Petroleum — Rp256,23 miliar (dimiliki PT Energi Asia Nusantara dan Andita Naisjah Hanafiah)
PT Adaro Indonesia — Rp168,51 miliar (anak usaha Adaro Energy Indonesia milik Boy Thohir)
PT Ganda Alam Makmur — Rp127,99 miliar (bagian dari Titan Group)
Grup Indo Tambangraya Megah (ITM) — Rp85,80 miliar (melalui 5 anak usaha; dimiliki Banpu Group, Thailand)
PT Maritim Barito Perkasa — Rp66,48 miliar (anak usaha Adaro Logistics)
PT Vale Indonesia Tbk — Rp62,14 miliar (anak usaha Vale SA, Brasil)
 
 
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk — Rp42,51 miliar (dikuasai Heidelberg Materials AG, Jerman)
PT Purnusa Eka Persada/PT Arara Abadi — Rp32,11 miliar (unit usaha Sinar Mas Group/APP Forestry)
PT Aneka Tambang (Antam) Tbk — Rp16,79 miliar (BUMN anggota MIND ID)
PT Nusa Halmahera Minerals (PTNHM) — Rp14,05 miliar (patungan antara H. Robert Nitiyudo W. dari Indotan Group dan Antam)
 
JPU Kejagung menilai, pemberian harga jual solar di bawah standar itu telah menyebabkan kerugian negara senilai Rp2,54 triliun, yang seharusnya menjadi pendapatan sah Pertamina.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Setiawan Konteks

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X