• Minggu, 21 Desember 2025

Sembilan Petani Perempuan Indonesia Suarakan Dampak Regulasi Uni Eropa di Brussel

Photo Author
- Senin, 22 September 2025 | 10:45 WIB
Sembilan petani perempuan Indonesia bersama jajaran KBRI Brussel. (KBRI Brussel)
Sembilan petani perempuan Indonesia bersama jajaran KBRI Brussel. (KBRI Brussel)

KONTEKS.CO.ID - Sembilan petani perempuan dari berbagai daerah di Indonesia mendatangi Brussel pada 15–16 September 2025 untuk menyuarakan kekhawatiran atas penerapan EU Deforestation-free Regulation (EUDR) atau regulasi Uni Eropa.

Mereka berasal dari sektor sawit, kakao, kopi, dan karet yang komoditas yang paling terdampak oleh regulasi tersebut.

Selama kunjungan dua hari itu, para petani berdialog dengan perwakilan asosiasi industri, pelaku usaha, dan lembaga pemikir.

Baca Juga: Diusir saat Salurkan Bantuan Banjir Bali, Aisar Khaled Diganjar Penghargaan Bergengsi dari DPD RI

Mereka menyampaikan persyaratan rumit dalam EUDR berpotensi mengeluarkan jutaan petani kecil dari rantai pasok global.

Duta Besar RI untuk Belgia, Andri Hadi, mengatakan kunjungan ini merupakan bagian dari rangkaian roadshow petani perempuan Indonesia ke Eropa, termasuk ke London dan Roma.

“Regulasi harus dipandang dari sisi kemanusiaan. Jika terlalu kompleks, dampaknya bisa memutus akses petani kecil,” ujarnya.

Baca Juga: Resmi! TKA Jadi Syarat SNBP 2026, Catat Jadwal dan Cara Daftarnya

Andri menegaskan petani perempuan mencerminkan wajah nyata keberlanjutan rantai pasok Indonesia.

Karena itu, menurutnya, upaya melindungi hutan perlu berjalan beriringan dengan perlindungan terhadap mata pencaharian mereka.

Dalam pertemuan dengan Komisi Eropa (DG ENV, DG INTPA) dan EEAS, para petani mengungkapkan hambatan terbesar yang mereka hadapi.

Baca Juga: Jumhur Hidayat Sebut Menteri Malas 'Berkeringat' dan Pilih Impor Pengkhianat Bangsa

Mulai keterbatasan teknologi, biaya kepatuhan yang tinggi, hingga dokumen administratif yang memberatkan.

“Kami takut kehilangan akses pasar bukan karena dianggap merusak hutan, melainkan karena tidak sanggup memenuhi tuntutan administratif yang mahal,” ungkap Febriani Sumbung, petani kakao dari Manokwari, Papua Barat.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ari DP

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X