“Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak orang merasa perlu untuk mencari ruang pelampiasan emosi di media sosial,” tambah Faiq.
Untuk menelaah fenomena tersebut secara mendalam, kata Faiq, tim menggunakan pendekatan Teori Ekologi Media dari Marshall McLuhan.
Teori ini menyoroti bahwa setiap media tidak hanya menyampaikan pesan. Tapi juga membentuk cara berpikir dan pola interaksi penggunanya.
Dalam konteks media sosial X, fitur seperti retweet, komentar terbuka, serta sistem algoritma menjadi elemen penting yang memengaruhi dinamika komunikasi di dalam komunitas daring.
Sejalan dengan kerangka teorinya maka metode riset yang digunakan adalah mixed-method, yakni perpaduan antara pendekatan kualitatif dan kuantitatif.
Dikatakannya, tim mengawali riset dengan observasi partisipatoris untuk memetakan pola komunikasi dalam komunitas.
Dari observasi dilanjutkan dengan survei terhadap anggota Komunitas Marah-Marah, serta wawancara mendalam untuk menggali lebih jauh persepsi dan pengalaman pengguna terkait kenyamanan, keamanan, dan risiko dalam berinteraksi di ruang digital tersebut.
Dari berbagai temuan awal, beber dia, tim melihat Komunitas Marah-Marah memiliki dua sisi yang kontras. Di satu sisi, komunitas ini memberikan ruang bagi pengguna untuk mengekspresikan diri tanpa rasa takut akan penghakiman.
Baca Juga: Ilmuwan Ungkap Biang Kerok Hujan Ekstrem di Langit Indonesia
“Dan menciptakan rasa keterhubungan emosional antarpengguna. Di sisi lain, komunitas ini juga menjadi tempat subur bagi penyebaran komentar bernada negatif dan diskriminatif, pelanggaran privasi, bahkan memicu cyberbullying,” tuturnya.
Faiq mengatakan, dalam satu unggahan bisa ditemukan dukungan emosional dari sesama pengguna. Meski begitu, di sisi lain ditemui pula komentar yang merendahkan atau bersifat ofensif.
Kompleksitas persoalan inilah yang membuat Tim PKM-RSH Fisipol UGM tertarik melakukan riset. Melalui riset ini pula, tim berharap dapat memberikan kontribusi terhadap penguatan literasi digital masyarakat.
Baca Juga: Serangan Siber Hantam Sistem Check-in Bandara-Bandara Tersibuk di Eropa
Khususnya dalam membangun ruang daring yang lebih inklusif dan empatik. Selain menghasilkan laporan ilmiah dan artikel akademik, tim berencana meluncurkan kampanye edukasi untuk meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya etika berkomunikasi dan batas-batas ekspresi di media sosial.
Artikel Terkait
Berapa Kali Ijazah Jokowi Dicetak? Ini Kata UGM
Foto Ijazah Jokowi di Medsos Sesuai Aslinya Atau Tidak? UGM Bilang Begini
Segini IPK Jokowi Lulus Sarjana Kehutanan UGM, Dekan Sigit Sunarta: Punya Syarat Minimal Kelulusan
Duiddo Imani Muhammad Lulusan Termuda S1 UGM, Ungkap Rahasia Lulus di Usia 20 Tahun 5 Bulan: Jangan Mudah FOMO!
Pakar Geologi UGM Analisis Evakuasi Tujuh Pekerja Tambang Freeport yang Tidak Kunjung Berhasil