KONTEKS.CO.ID - Harga nikel mengalami kenaikan setelah Pemerintah Indonesia menyita sebagian area tambang besar yang sebagian dimiliki produsen utama asal China, Tsingshan Holding Group Co.
Peristiwa ini menyoroti risiko terhadap pasokan bijih dari pemasok nikel terbesar dunia tersebut.
Satuan tugas pemerintah pada Kamis lalu mengambil alih sekitar 148 hektare lahan operasi milik PT Weda Bay Nickel yang ada di Halmahera Tengah.
Baca Juga: Pernyataan Resmi Emir Qatar Usai Bertemu Empat Mata dengan Prabowo
Itu adalah tambang nikel terbesar di dunia untuk bahan baku baterai.
Penyitaan dilakukan karena dugaan pelanggaran izin.
Salah satu pemegang saham perusahaan, Eramet SA asal Prancis, menyatakan sejauh ini belum ada dampak terhadap operasional, begitu seperti dilansir dari Bloomberg.
Baca Juga: Tambang Grasberg Freeport Masih Dihentikan, Pasokan Tembaga Global Kian Tertekan
Namun, penyitaan ini menegaskan tantangan berkelanjutan terhadap kepastian pasokan dari Indonesia.
Sekadar diketahui Indonesia merupakan penyumbang lebih dari separuh produksi nikel global.
Presiden Prabowo Subianto yang telah memaparkan rencana ambisius dan bernilai besar bagi Indonesia, juga berjanji menindak tegas praktik pertambangan ilegal.
Baca Juga: Mayat Pria dengan Luka Tembak di Kepala Gegerkan Warga Jambi
Langkah itu diprediksi berpotensi mengganggu aliran bijih ke smelter domestik.
Sepanjang tahun ini, smelter di Indonesia menghadapi pasar bijih yang ketat akibat curah hujan tinggi serta terbatasnya penerbitan kuota tambang oleh pemerintah.
Artikel Terkait
Bukan 5 Perusahaan, Greenpeace Sebut Ada 12 Izin Tambang Nikel di Geopark Raja Ampat
Pemerintah akan Beri Sanksi Pelanggaran Tambang Nikel di Morowali
Kapolri Didesak Ambil Alih Kasus Tambang Nikel Ilegal PT WKM di Halmahera Timur
Pengusaha Nikel Terjepit Beban Regulasi, 28 Smelter Berhenti Beroperasi
Danantara dan GEM Asal China Teken Megaproyek Hilirisasi Nikel Senilai Rp23 Triliun