• Senin, 22 Desember 2025

Kemenperin Kritik Asosiasi Tekstil, Minta Proteksi Tapi Diam-diam Impor Melonjak 239 Persen Hingga Capai Puluhan Juta Kg

Photo Author
- Senin, 25 Agustus 2025 | 14:05 WIB
Kemenperin Kritik Asosiasi Tekstil, Minta Proteksi Tapi Diam-diam Impor Melonjak 239 Persen Hingga Capai Puluhan Juta Kg. (Unsplash/equalstock)
Kemenperin Kritik Asosiasi Tekstil, Minta Proteksi Tapi Diam-diam Impor Melonjak 239 Persen Hingga Capai Puluhan Juta Kg. (Unsplash/equalstock)

Proteksi Sudah Diberikan, Investasi Tak Bergerak

Kemenperin menilai pemerintah sebenarnya telah memberikan berbagai instrumen proteksi bagi industri hulu tekstil.

Baca Juga: Menko Airlangga Sebut Realisasi Investasi Semester I-2025 Capai Rp942 Triliun, Klaim Serap 1,2 Tenaga Kerja

Perlindungan tersebut meliputi Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) Polyester Staple Fiber hingga 2027, BMAD Spin Drawn Yarn hingga 2025, Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) Benang hingga 2026, serta BMTP Kain yang berlaku sampai 2027.

Namun, perlindungan ini tidak diimbangi dengan langkah nyata berupa investasi baru maupun modernisasi teknologi.

“Kebijakan pemerintah selalu mempertimbangkan keseimbangan antar-sektor. Jika usulan BMAD dengan tarif 45 persen diterapkan, risiko terbesar justru menimpa industri hilir,” ujar Febri.

Ia menambahkan, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor hulu yang lebih kecil masih dapat dimitigasi dengan optimalisasi serapan pasar domestik.

Baca Juga: Laptop Gaming Terbaik 2025 di Bawah 10 Juta, Dijamin Bikin Main Makin Lancar!

“Jika proteksi kebablasan, dampaknya justru lebih besar di hilir. Itu bisa menjadi tragedi nasional,” tegasnya.

Pertumbuhan Masih Positif, Sinergi Jadi Kunci

Meski terdapat polemik, Kemenperin mencatat sektor tekstil tetap tumbuh positif.

Pada kuartal I dan II 2025, industri ini mencatat pertumbuhan di atas 4 persen.

Baca Juga: Uni Eropa Didesak segera Cabut Bea Masuk Biodiesel Sawit dari Indonesia

Angka tersebut menunjukkan bahwa sektor tekstil masih memiliki daya saing, asalkan ada sinergi yang kuat antar-pelaku industri.

“Kemenperin berharap asosiasi industri dapat melihat kebijakan pemerintah secara objektif,” tutup Febri.

Paradoks APSyFI yang menuntut perlindungan sambil meningkatkan impor menunjukkan tantangan besar dalam tata kelola industri tekstil nasional.

Pada akhirnya, arah kebijakan tidak hanya ditentukan oleh desakan satu pihak, tetapi juga keseimbangan kepentingan seluruh rantai produksi.***

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rat Nugra

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X