Ia menyebutkan ketertarikan Indonesia terhadap proyek jet tempur generasi terbaru Turki, KAAN, dan memperingatkan jika Malaysia ikut bergabung, itu bisa mempersulit ambisi strategis Korea Selatan di Asia Tenggara.
Ia menegaskan pemulihan kerja sama dengan Indonesia bukan sekadar menjaga hubungan bilateral, tetapi juga mempertahankan posisi strategis di pasar pertahanan yang kompetitif.
Kang mencatat banyak negara Asia Tenggara kini melihat China sebagai ancaman keamanan yang kian besar.
"Dulu China memproyeksikan kekuatan dengan kapal perang," ujarnya. "Sekarang dengan kapal induk."
Baca Juga: Rafale India Jatuh di Perbatasan: Efektivitas Jet Tempur Canggih Dipertanyakan
Perubahan ini, lanjut Kang, mendorong negara seperti Indonesia, Filipina, dan Malaysia mencari jet tempur berkinerja tinggi.
Meski banyak yang menginginkan F-35, pembatasan ekspor dari AS membuat opsi itu sulit, sehingga KF-21 punya peluang.
Dalam upaya mempertahankan kemitraan dengan Indonesia, Korea Selatan telah menawarkan pengurangan kontribusi biaya pengembangan dari 1,6 triliun won menjadi 600 miliar won.
Namun hingga kini, Jakarta belum memberikan tanggapan resmi.
KAI juga telah mengajukan beberapa petisi kepada otoritas Korea Selatan agar memberi keringanan terhadap personel Indonesia yang terlibat insiden kebocoran data, dengan alasan bahwa data yang diakses kemungkinan besar tidak mengandung informasi teknis inti.
“Kami berharap masalah ini dapat diselesaikan lewat jalur politik dan diplomatik,” ujar Kang. “Demi kepentingan nasional, sudah saatnya kita melangkah maju dari perselisihan ini.”***
Artikel Terkait
Kemampuan KF-21 Boramae Sekelas Jet Tempur Sukhoi Su-35
Gempuran 100 Jet Tempur ke Yaman Hampir Membunuh Bos WHO