Baca Juga: Harga Emas Antam Hari Ini Turun Tajam, Beli Kembali Juga Merosot
Sementara Pulau Sulawesi, dengan komoditas kakao, kelapa, dan jagung, memiliki potensi produksi sekitar 500 ribu ton kakao dan lebih dari 1,5 juta ton kelapa per tahun, menyumbang lebih dari 70% produksi kakao nasional.
Produk hilirisasi dari wilayah ini termasuk cokelat olahan, santan kemasan, tepung kelapa, dan pakan ternak dengan total potensi nilai ekonomi dari hilirisasi non-tambang Pulau Sulawesi diperkirakan mencapai Rp22,5 triliun per tahun.
Wilayah Pulau NTT & NTB, memiliki rumput laut dan hortikultura sebagai komoditas utama dengan potensi produksi sekitar 5 juta ton rumput laut per tahun, berkontribusi lebih dari 50% produksi rumput laut nasional.
“Potensi hilirisasi di wilayah ini meliputi agar-agar, kosmetik laut dan pupuk organik. Melalui proses hilirisasi, nilai produk akhir bisa meningkat 3 hingga 5 kali lipat tergantung jenis produk,” ujarnya.
Baca Juga: Dedi Mulyadi Disorot: Wali Murid Babelan Laporkan Program Militer ke Komnas HAM
Industri agar-agar, kosmetik laut, dan pupuk organik mampu menghasilkan nilai tambah bruto sekitar Rp150–250 triliun per tahun. Jika diasumsikan kontribusi bersih ke PDB nasional sebesar 30% dari nilai hilirisasi (setelah dikurangi biaya produksi, logistik, dan lain-lain).
“Maka potensi kontribusi ekonomi dari hilirisasi rumput laut di NTT & NTB dapat mencapai Rp45 sampai Rp75 triliun per tahun,” katanya.
Pulau Maluku, dengan produksi ikan laut dan rumput laut sekitar 2 juta ton ikan tangkap per tahun, menyumbang lebih dari 15% produksi perikanan nasional, dengan peluang hilirisasi pada frozen fish, olahan laut kemasan dan minyak ikan.
Jika diasumsikan 30% dari hasil tangkapan diolah menjadi produk hilir bernilai tambah dengan rata-rata nilai ekspor sebesar USD 2.500 per ton, maka potensi devisa dari hilirisasi Maluku dapat mencapai sekitar USD 1,5 miliar atau setara Rp24 triliun per tahun.
Pulau Papua, yang dikenal dengan potensi sagu, ikan laut, dan kayu, memiliki hutan primer seluas lebih dari 30 juta ha dan potensi ikan sekitar 1 juta ton. Peluang hilirisasi di Papua mencakup sagu instan, plywood, dan mebel kayu ringan diproyeksikan dapat menghasilkan nilai tambah sekitar USD 1 miliar atau sekitar Rp16 triliun per tahun.
Potensi hilirisasi non-tambang lainnya yang mendukung ketahanan energi nasional seperti Energi Baru Terbarukan terdapat juga, seperti Energi Tenaga Surya di NTT, Papua & Kalimantan sebesar 207,9 GW.
Energi Panas Bumi di Sumatera & Sulawesi sebesar 23,9 GW, Energi Tenaga Angin di NTT, Sulawesi Selatan & Maluku Barat Daya sebesar 60,6 GW, Energi Tenaga Air (Hidro) di Papua, Kalimantan dan Sumatera Utara, serta Energi Biomasa di Kalimantan, Sumatera & Sulawesi sebesar 32,6 GW.
Baca Juga: Dijaga Prajurit TNI Kualifikasi Tempur, Selamat Ginting Sebut Prabowo Lebih Sayang ke Kejaksaan
Artikel Terkait
Perdana! Freeport Kirim Emas Batangan ke ANTAM, Tanda Era Baru Hilirisasi
Prabowo Gaspol! 15 Megaproyek Hilirisasi Dimulai Tanpa Investasi Asing
Dorong Hilirisasi Obat Herbal, Kementan dan BPOM Targetkan Sumbangan Rp300 Triliun ke Ekonomi
Tantangan Kebijakan Trump, Anto Suroto: Hilirisasi Industri Bisa Jadi Kunci
Hilirisasi Batu Bara Masih Terpaku Pada Gasifikasi