Termasuk penggunaan penutup makanan, penyimpanan pada suhu yang sesuai, serta kebersihan peralatan dan petugas makanan.
Faktor lain yang turut memengaruhi adalah jeda waktu antara proses memasak dan konsumsi.
Semakin lama jeda waktu tersebut, semakin besar risiko kontaminasi.
Dia menekankan pentingnya distribusi makanan yang cepat dan efisien oleh penyelenggara acara.
“Jika makanan disimpan lebih dari empat jam tanpa pemanasan atau pendinginan yang memadai, risiko pertumbuhan bakteri meningkat secara signifikan,” tambahnya.
Makanan berbahan dasar hewani seperti daging, ikan, dan produk susu sangat rentan.
Makanan-makanan ini harus disimpan dalam suhu dingin dan dimasak pada suhu tinggi untuk membunuh bakteri patogen.
Peran Pihak Berwenang
Elvizahro menyarankan agar pemerintah lebih selektif dalam memilih penyedia makanan atau katering, khususnya untuk acara skala besar.
“Kondisi dapur dan peralatan masak juga harus diperhatikan. Jangan ragu untuk mempertanyakan kebersihan makanan, terutama jika disajikan dalam jumlah besar,” katanya.
Jika masyarakat mencurigai telah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi, langkah pertama adalah memantau gejala.
Jika gejalanya berupa muntah atau diare lebih dari tiga kali sehari, atau demam, sebaiknya segera mencari bantuan medis.
Profesor Zullies Ikawati dari Fakultas Farmasi UGM juga menegaskan peran penting Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam mengawasi program MBG.
BPOM bertanggung jawab memastikan makanan yang disediakan aman dari kontaminasi mikroba, zat berbahaya, atau pelanggaran standar mutu.
Lembaga ini dapat mengawasi proses persiapan, produksi, dan distribusi, serta menguji bahan baku yang digunakan dalam makanan.
“Inspeksi terhadap fasilitas produksi dan distribusi juga harus dilakukan untuk menjamin kebersihan dan kepatuhan terhadap standar keamanan pangan,” ujar Ikawati.***
Artikel Terkait
Kepala Badan Gizi Nasional Komentari Pro dan Kontra soal Makan Bergizi Gratis alias MBG
Kepala Badan Gizi Nasional Ungkap Strategi Mengatasi Kebocoran Anggaran MBG