“Lalu, yang terbaru, KPK mengatakan rumah LaNyalla digeledah karena pernah menjadi Wakil Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jawa Timur periode 2010-2019. Ini menurut saya menjadi pertanyaan juga. Karena perkara ini payung besarnya, dilihat dari Laporan Kejadian Tindak Pidana (LKTP) dan Sprindik perkara ini adalah penggunaan APBD dalam pengurusan dana hibah untuk pokmas tahun 2019-2022, terutama dengan tersangka saudara Kusnadi,” katanya.
Ucok, panggilan akrab Chudry juga menjelaskan bahwa penerima Hibah APBD selalu menandatangani NPHD atau Naskah Perjanjian Hibah Daerah, dimana organisasi seperti KONI Daerah, KPUD, Panwaslu dan lainnya di daerah, selalu di tandatangani oleh Ketua. Bukan Wakil Ketua.
“Jadi kalaupun KONI Jatim itu juga menerima hibah daerah dari Pemerintah Provinsi melalui Dispora, yang mempertanggungjawabkan itu ketua. Bukan wakil ketua. Karena yang tanda tangan NPHD itu ketua. Ini due process of law. Yang harus ditegakkan secara adil, sehingga menghindari kesewenang-wenangan institusi penegak hukum terhadap masyarakat,” kata ahli hukum pidana itu.
Dia kemudian menyampaikan terkait yang ada dalam KUHAP salah satunya due process. Setiap orang harus terjamin hak terhadap dirinya, kediaman, serta terhindar dari surat-surat pemeriksaan dan penyitaan yang tidak beralasan, dan juga hak mendapat perlindungan dan pemeriksaan yang sama dalam hukum.***
Artikel Terkait
KPK Didesak Periksa Pimpinan DPD, Diduga Gelar Reses Ilegal
Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo Hari Ini Dijadwalkan Kunjungi Hasto di Sel KPK
Mutasi Besar-besaran di Polri, Direktur KPK Irjen Rudi Setiawan Jadi Kapolda Jawa Barat
Rumah Digeledah KPK, LaNyalla Pertanyakan Kaitan dengan Tersangka Kusnadi
Geledah Rumah Ridwan Kamil, KPK 'Boyong' Moge Royal Enfield Terkait Dugaan Rasuah bank bjb