kontekstory

Bing Slamet, Seniman Legendaris yang Pernah Jadi Agitator Incaran Tentara Jepang

Jumat, 1 September 2023 | 08:00 WIB
Bing Slamet dan Benyamin S sendang rekaman di studio musik. Bing Slamet adalah seniman legendaris indonesia yang saat remaja pernah jadi incaran Tentara Jepang. (Dokumentasi: istimewa)

KONTEKS.CO.ID - Bing Slamet adalah tokoh besar dunia hiburan di Tanah Air yang tak terbantahkan. Penampilannya di bidang musik, lawak, maupun film menghibur rakyat Indonesia selama empat dekade sejak 1940-an.

Bing Slamet adalah penggemar berat penyanyi Amerika Bing Crosby yang bersuara bariton lembut. Itu sebabnya ia tak segan menyusupkan nama Bing sebagai nama panggungnya.

Bing Slamet adalah seorang penghibur serba bisa. Tumbuh dari panggung ke panggung, Bing tertantang untuk terampil menyanyi sekaligus melucu. Ketika industri perfilman mulai tumbuh di Tanah Air, Bing pun terjun berakting.

Baca Juga: Paradoks Luhut Panjaitan: Tak Pernah Telat Naik Pangkat, Namun 'Nangis' di Jabatan

-
Bing Slamet dan Idris Sardi di acara Festival Film Asean tahun 1973.

Agitator Incaran Jepang

Tapi tak banyak yang tahu bahwa Bing Slamet muda muda adalah seorang agitator jempolan. Sejak remaja, ia membangkitkan semangat perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajah Jepang.

Saat usianya belum genap 15 tahun, Bing Slamet sudah menjadi incaran polisi kejam Jepang bernama Kempetai. Di zaman penjajahan Jepang, orang-orang takut pada Kempetai. Bila tertangkap, kemungkinan kecil mereka bisa lolos dan hidup.

Tapi, gelora Bing Slamet muda membuatnya belum terpikir untuk takut mati. Bing tak pernah khawatir aksinya menghasut para pejuang buat memberontak berisiko hukuman penggal dari Kempetai.

Baca Juga: Nestapa The Sin Nio, Mulan Versi Indonesia yang Jadi Gelandangan di Akhir Hidupnya

Dari balik corong mikrofon radio, Bing selalu tampil sebagai agitator yang menyemangati para pejuang menghalau kaum penjajah.

Bing juga punya cara lain untuk terus menyemangati para pejuang. Selain melakukan agitasi di radio, Bing juga melakukan safari keliling Indonesia dan menggelar pementasan komedi.

Sesekali, pementasan komedi ini mengudara di radio perjuangan. Para pejuang kemerdekaan kala itu akan selalu mengenang Bing Slamet sebagai bagian dari seniman yang berjiwa nasionalis tinggi.

Baca Juga: Kisah Dualisme Merek Roti Legendaris Tan Ek Tjoan (1)

Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Bing malah bergabung di Divisi VI Brawijaya sebagai Barisan Penghibur. Di sini, kemampuannya bermusik dan melawak mulai terasah. Selama tugasnya menghibur tentara, Bing tanpa pamrih bersedia dikirim ke kota mana pun.

-
Bing Slamet dan Adi Karso bermain musik di pesta yang diadakan Soejoso Karsono, pemilik label Irama Record. (Foto" Dokumentasi Keluarga Soejoso Karsono)

Bing Slamet, Lahir untuk Seni

Lahir di Cilegon, Banten, pada 27 September 1927, nama asli Bing adalah Ahmad Syech Albar. Ayahnya seorang pegawai administrasi pasar (mantri pasar) di zaman kolonial Belanda bernama Rintrik Achmad.

Bing menempuh pendidikan di HIS Pasundan, HIS Tirtayasa, Sjugakko, dan STM Pertambangan.

Baca Juga: Sejarah Rumah Sriwijaya: Monumen Keteguhan Hati Bu Fat yang Menjadi Cagar Budaya


Ayah Bing berkeinginan anaknya menjadi dokter atau insinyur. Namun, Ahmad ternyata jatuh cinta dengan dunia seni dan hiburan, dunia yang sama sekali tak pernah terlintas di benak keluarganya.

Ketertarikan Bing terhadap dunia seni lantaran realita keluarga mereka sehari-hari. Meski hidup tak berkecukupan, keluarga mereka tetap tertawa, dan bahagia.

Budaya keluarga yang selalu bercanda ini kemudian membuat profil Bing Slamet menjadi pribadi yang humoris. Bahkan ketika bergaul dengan temannya di sekolah, nama Bing Slamet menjadi bintang yang paling dicari karena terampil melucu.

Baca Juga: Semarak Lebaran di Era Kolonial Pernah Jadi Silang Sengketa Elite Belanda, Ini Penyebabnya


Teman-temannya mudah tertawa hanya melihat tingkah, atau sekadar gerak-gerik Bing Slamet ketika berjalan. Dari hal inilah Bing Slamet merasa Ia berbakat. Karakternya mudah dipahami oleh semua orang sebagai anak yang memiliki selera humor yang tinggi.

Itu sebabnya keinginan sang ayah seperti gayung tak bersambut. Pilihan hidup Bing sudah bulat, yakni mengabdi untuk seni.

Pada tahun 1939, di umur 12 tahun, Bing bergabung dengan grup orkes Terang Bulan pimpinan Husin Kasimun. Bakat seninya yang luar biasa mulai terlihat di sini. Pada 1944, ia bergabung dengan kelompok teater Pantja Warna.

Baca Juga: Kisah Receh Raja Intel Benny Moerdani Mengerjai Jenderal Tjokropranolo

Mengasah Suara di RRI

Dari ketentaraan, Bing mulai berkenalan dengan Radio Republik Indonesia (RRI) dan ditempatkan di Yogyakarta dan Malang. Ia juga sempat bergabung di Radio Perjuangan Jawa Barat.

Di RRI, Bing banyak menyerap ilmu dan pengalaman dari pemusik Iskandar dan pemusik keroncong M Sagi. Bing juga mulai berkenalan dengan banyak pemusik seperti Saifoel Bachrie, Soetedjo, dan Ismail Marzuki.

Tetapi seniman yang banyak mempengaruhinya adalah penyanyi Sam Saimun sejak mereka saling kenal di Yogyakarta. Bagi Bing, Sam Saimun adalah tokoh penyanyi panutan.

Baca Juga: Benny Moerdani, Raja Intel 'Anti Islam' yang Pernah Bantu Taliban, Saat Meninggal Sempat Dikafani dan Dibacakan Yasin

-
Bing Slamet (Foto: Dokumentasi Irama )

Oleh sebab itu, tak sedikit yang menyebut getaran vokal Bing sangat mirip dengan Sam Saimun. "Dia guru saya," ujar Bing semasa hidupnya.

Suara bariton Bing Slamet untuk pertama kalinya menghiasi soundtrack film "Menanti Kasih" yang disutradarai Mohammad Said. Film yang tayang pada 1949 itu dbintangi A Hamid Arief dan Nila Djuwita.

Pada dekade 1940-an dan 1950-an, dunia hiburan masih berupa industri yang minim peminat, khususnya seni lawak atau komedi. Bing masuk ke dunia ini. Jadi selain menyanyi, Bing juga melawak.

Baca Juga: Mikhail Kalashnikov, Pencipta Senapan Serbu 'Sejuta umat' AK-47 yang Merasa Berdosa di Akhir Hidupnya

Halaman:

Tags

Terkini