KONTEKS.CO.ID – Kesepakatan perdagangan bebas antara Indonesia dan Uni Eropa (UE) dinilai para analis sebagai salah satu perjanjian paling ambisius yang pernah diteken Jakarta.
Namun, di balik optimisme peningkatan perdagangan, isu keberlanjutan dan minyak sawit tetap menjadi ganjalan besar.
Direktur European Centre for International Political Economy (ECIPE), Hosuk Lee-Makiyama, menyebut perjanjian Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan Indonesia jauh lebih progresif dibanding perjanjian UE dengan blok Mercosur.
“Ini sejauh ini adalah FTA paling ambisius yang disetujui Indonesia,” ujarnya, seraya menekankan konsesi dalam perjanjian ini cukup besar.
Menurut Lee-Makiyama, selain aspek perdagangan, UE memandang Indonesia sebagai mitra kunci di kawasan Indo-Pasifik, terutama dalam menghadapi pengaruh China.
“Indonesia adalah salah satu batu penjuru keamanan Indo-Pasifik. Kesepakatan ini bukan hanya tentang ekonomi, tetapi juga geopolitik,” katanya.
Baca Juga: Likuiditas Ekonomi Tumbuh Cepat, Uang Beredar Capai Rp9.657 Triliun
Namun, lembaga swadaya masyarakat Eropa mengingatkan soal risiko terhadap keberlanjutan.
Perrine Fournier, aktivis dari FERN, menilai nol tarif minyak sawit dalam kuota terbatas tetap berbahaya bagi hutan Indonesia.
“Kesepakatan ini memperkuat model ekstraktif yang sudah menyebabkan kerusakan besar pada hutan,” ujarnya.
Baca Juga: Analis Politik: Dukungan Jokowi Tabuh Genderang Perang Parpol KIM Kuliti Gibran
Lizza Bomassi dari EU Institute for Security Studies menilai kesepakatan ini bisa memberi Indonesia opsi nyata selain China.
Namun dia mengingatkan isu deforestasi berpotensi memicu penolakan politik di Eropa.