• Minggu, 21 Desember 2025

DJP Mulai Pangil para Crazy Rich Karena Diduga Tak Jujur Bayar Pajak dan Laporkan Aset

Photo Author
- Jumat, 12 Desember 2025 | 14:35 WIB
Bimo Wijayanto ditunjuk Prabowo sebagai Direktur Jenderal Pajak yang baru (Foto: x/@KASN_RI)
Bimo Wijayanto ditunjuk Prabowo sebagai Direktur Jenderal Pajak yang baru (Foto: x/@KASN_RI)
KONTEKS.CO.ID – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mulai meminta klarifikasi para high wealth individual atau kekinian disebut crazy rich karena diduga tidak jujur atau patuh dalam membayar pajak.
 
Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, dalam acara gelaran Pusdiklat Pajak dikutip pada Jumat, 12 Desember 2025, menyampaikan, pihaknya memanggil sejumlah wajib pajak individu berpenghasilan tinggi (high wealth individual).
 
Ia menjelaskan, pemanggilan tersebut untuk dilakukan konsultasi dan klarifikasi soal pembayaran pajaknya karena banyak yang tidak sesuaian di laporan Surat Pemberitahuan (SPT)-nya.
 
 
Laporan SPT para crazy rich itu, lanjut Bimo, tidak sesuai dengan sejumlah data pembanding yang dimiliki otoritas pajak.
 
"Kami punya data-data yang selama ini mungkin tidak pernah terkomunikasikan dengan baik," ujarnya.
 
Ia mengungkapkan, pada Kamis kemarin, DJP memanggil sejumlah crazy rich untuk mengonsultasikan dan  mengklarifikasi perbedaan laporan SPT dengan data yang dimiliki DJP.
 
 
"Saya melakukan pemanggilan untuk konsultasi gitu kepada high wealth individuals," tandasnya.
 
Bimo mengungkapkan, saat ini DJP mempunyai data yang lebih lengkap, di antaranya para penerima manfaat (beneficial owner), kepemilikan aset hingga transaksi keuangan.
 
"Ada banyak sekali sekarang itu data luar biasa untuk benchmarking kepatuhan dari wajib pajak," ujarnya. 
 
 
Ia menyampaikan, sejumlah wajib pajak, khsusunya dari kalangan high wealth individual, mengira bahwa pihak pajak tidak akan mengetahui aset-aset miliknya sehingga tidak mencantumkannya dalam SPT 
 
Bimo menegaskan, praktik tersebut sangat parodoks karena penghasilan yang tinggi dan mempunyai kemampuan ekonomi yang besar, namun laporan pajaknya tidak mencerminkan itu.
 
"Kami bisa melihat di situ, betapa sebenarnya ada sebuah paradoks," katanya.
 
 
Ia menegaskan, harusnya para individu berpenghasilan tinggi ini menjadi penyeimbang agar tidak terjadi gap yang sangat curam.
 
"Supaya ketimpangan sosial, ketimpangan penghasilan itu bisa terminimalisasi," katanya.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Setiawan Konteks

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Stok Aman, Pemerintah Putuskan Stop Impor Beras 2026

Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:45 WIB
X