• Minggu, 21 Desember 2025

Ini Komoditas Ekspor Jadi Sarang Praktik Misinvoicing dan Negara Tujuannya

Photo Author
- Kamis, 23 Oktober 2025 | 21:04 WIB
Ekonom Gede Sandra mengatakan, terjadi praktik misinvoicing Rp1.000 triliun di era Jokowi. (KONTEKS.CO.ID/tangkapan layar Forum Keadilan Tv)
Ekonom Gede Sandra mengatakan, terjadi praktik misinvoicing Rp1.000 triliun di era Jokowi. (KONTEKS.CO.ID/tangkapan layar Forum Keadilan Tv)
KONTEKS.CO.ID – Ekonom dan Peneliti Lingkar Studi Perjuangan (LSP), Gede Sandra, mengatakan, ada beberapa komoditas ekspor yang dijadikan sarang praktik misinvoicing sehingga negara kehilangan potensi pendapatan Rp1.000 triliun di era Joko Widodo (Jokowi).
 
"Yang pasti komoditas yang memang ini primadona ekspor," kata Gede Sandra dilansir dari siniar Forum Keadilan Tv di Jakarta pada, Kamis, 23 Oktober 2025.
 
Ia mengungkapkan, salah satunya komoditas hasil pertambangan, yakni batubara, lignit, limbah dan scrap logam mulia, dan minyak bumi.
 
 
"Ini [limbah dan scrap logam mulia] ekspornya cukup besar, total under invoicing-nya bisa US$15 miliar, hampir Rp200 triliun nih cuma buat ekspor limbah nih enggak tercatat," katanya.
 
Selain komoditas hasil tambang, lanjut dia, ada minyak kelapa sawit. Menurutnya, hasil tambang dan sawit merupakan komoditas terbesar yang praktik misinvoicing paling tinggi.  
 
"[komoditas tambang dan minyak kelapa sawit] dua terbesar, selain barang-barang lainnya," kata dia. 
 
 
Sedangkan negara tujuan ekspor Indonesia yang paling banyak dijadikan praktik misinvoicing, khususnya under invoicing adalah Tiongkok atau China.
 
"Cina paling besar, dia menempati porsi 13% dari total dana gelap ini," katanya.
 
Adapun posisi kedua negara tujuan ekspor atau mitra dagang Indonesia, yakni Singapura. Angka under invoicing-nya sebesar 11 persen dan Ameriksa Serikat (AS) di posisi ketiga. 
 
 
"Keempat, Jerman, Jepang, India, Malaysia, Swiss, Korea Selatan, Australia, dan negara lain," katanya.
 
Gede Sandara menjelaskan, modusnya adalah mengakali angka transaksi ekspor, yakni angkanya dikecilkan. 
 
"Angka transaksi ini dalam hal under invoicing karena under invoice, dia kurang-kurangin, dia dikit-dikitin," ujarnya.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Setiawan Konteks

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Stok Aman, Pemerintah Putuskan Stop Impor Beras 2026

Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:45 WIB
X