KONTEKS.CO.ID – Kenaikan harga minyak sawit dan kedelai global diperkirakan mencapai USD 100–150 per ton pada awal 2026.
Situas ini membawa peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia, produsen sawit terbesar dunia.
Prediksi ini disampaikan Thomas Milke, analis senior dan pemimpin redaksi portal OilWorld (Jerman).
Baca Juga: Yamaha Neos Terpantau Mengaspal di Jakarta, Sinyal Segera Dijual di Indonesia?
Permintaan minyak sawit Indonesia akan terdorong oleh program biodiesel domestik serta kebutuhan ekspor.
Namun, Milke memperingatkan pertumbuhan produksi global terbatas, termasuk di Indonesia.
"Karena itu harus ada keseimbangan antara konsumsi lokal dan ekspor yang diperhatikan," katanya.
Baca Juga: Antam Impor 30 Ton Emas dari Singapura dan Australia, Ini Alasannya
Kebijakan pemerintah Indonesia yang baru-baru ini memindahkan 1,5 juta hektare perkebunan sawit ke perusahaan milik negara Agrinas Palma Nusantara, dinilai bisa memengaruhi pasokan dan harga.
Itu karena perusahaan tersebut berpotensi memproduksi 5,7 juta ton CPO per tahun.
Selain sawit, permintaan minyak kedelai dari Argentina meningkat, sedangkan minyak bunga matahari diperkirakan turun harga karena pasokan global membaik.
Indonesia, yang juga mengimpor beberapa minyak nabati untuk memenuhi kebutuhan domestik, perlu mengantisipasi fluktuasi ini agar stabilitas harga minyak goreng terjaga.
Kenaikan harga global ini sekaligus memberi sinyal bagi pelaku industri Indonesia untuk mengoptimalkan produksi dan ekspor, serta memperkuat sektor biodiesel sebagai penyerap CPO domestik.
Artikel Terkait
Indonesia Bisa Tuntut Uni Eropa untuk Status ‘Risiko Nol’ Sawit
Lonjakan Harga Sawit Mengintai, Indonesia Diminta Hentikan Moratorium Perkebunan
Konsumsi Sawit Domestik Indonesia Melejit, Ekspor Tertekan
Ekspor Sawit Indonesia Melemah, India Pilih Minyak Kedelai
Heboh Burung Merak Berkeliaran Bebas di Duren Sawit, Jadi Rebutan Warga Swafoto