Sementara di Desember, peluang FFR turun lagi ke 3,75 persen tercatat sebesar 53 persen.
Bagi investor, tren ini ibarat angin segar.
Baca Juga: Dirut PT KAI Bobby Rasyidin Dipanggil KPK dalam Kasus Digitalisasi SPBU Pertamina
Pemangkasan suku bunga di AS biasanya akan mengurangi daya tarik dolar, sehingga memberi ruang bagi mata uang negara berkembang seperti rupiah untuk menguat.
Faktor Domestik Ikut Menopang
Tak hanya faktor global, sentimen dari dalam negeri juga ikut mendorong rupiah.
Pasar tengah menantikan pidato Presiden terkait nota keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
Baca Juga: Ini Bocoran Isi Pidato Kenegaraan Presiden Prabowo
Pemerintah optimistis mematok asumsi pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,2 persen hingga 5,8 persen.
Bagi pelaku pasar, target ini cukup agresif dan memberi sinyal kepercayaan diri pemerintah terhadap stabilitas ekonomi nasional.
Dengan kombinasi sentimen global dan optimisme domestik, rupiah punya peluang untuk menjaga tren positifnya dalam jangka pendek.
Namun, pasar juga sadar bahwa volatilitas tetap mengintai, terutama jika kebijakan The Fed melenceng dari ekspektasi.
Baca Juga: Gempa Dangkal Magnitudo 5,0 Guncang Perairan Utara Papua Barat
Seperti kata Rully, “Jika pemangkasan suku bunga benar terjadi, pasar akan merespons positif. Tapi jika tidak, koreksi bisa saja muncul.” Bagi pelaku pasar, ini saatnya tetap waspada sambil memanfaatkan momentum penguatan.***
Artikel Terkait
Disuntik Dana Segar Danantara, Garuda Indonesia Target Laba Rp4 Triliun
Payment ID Akan Diluncurkan di Banyuwangi, Kapan?
Mengenal Sistem Payment ID yang Akan Diluncurkan Pemerintah Melalui BI, Ada Kode Unik
Kisruh Pajak Naik Drastis hingga 250 Persen di Pati, Coba Pelajari Cara Hitung PBB-P2 yang Tepat
Merek AS Terkapar di Pasar Muslim, Lokal Panen Untung