KONTEKS.CO.ID - Usulan Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk memperpanjang jam perdagangan menjadi tiga sesi menuai penolakan.
Usulan itu muncul di tengah stagnasi likuiditas dan rendahnya keterlibatan emiten baru dari sektor UMKM.
Pengamat pasar modal dari Strategi Institute, Fauzan Luthsa, menilai kebijakan ini tak menyasar inti persoalan.
Ia menyebut, perpanjangan jam justru berisiko menambah beban teknis dan biaya pelaku pasar tanpa jaminan volume transaksi meningkat.
“Persoalan utamanya bukan pada lamanya jam buka pasar, tetapi pada iklim investasi yang penuh hambatan,” ujarnya, Senin hari ini.
Baca Juga: Saham Perusahaan Berisi 3 Karyawan Tetap Ini Melonjak 122 Persen, BEI Hentikan Perdagangan Sementara
Ia menyoroti sejumlah kebijakan seperti Full Call Auction (FCA) dan Unusual Market Activity (UMA), yang membuat saham-saham kecil kurang diminati oleh investor institusi dan penyedia indeks global.
Menurutnya, daripada menambah sesi perdagangan, BEI sebaiknya fokus memperbaiki struktur dan akses pasar.
Fauzan menilai langkah korektif penting dilakukan agar indeks global lebih terbuka dan pelaku usaha menengah lebih mudah masuk bursa.
Data BEI menunjukkan hingga 23 Mei 2025, dari 20 calon emiten dalam antrean IPO, hanya dua yang berasal dari kelompok usaha dengan aset di bawah Rp50 miliar.
Baca Juga: Gerutu Bos PAM Mineral, Harga Saham Naik 307 Persen tapi Kena Suspen BEI
Ia menilai hal ini mencerminkan ketidakefektifan program seperti IDX Incubator.
“Bahkan ada perusahaan binaan IDX Incubator yang ditolak IPO-nya oleh tim penilai bursa,” katanya.
Sebanyak 11 perusahaan dalam pipeline berasal dari kelompok aset menengah (Rp50–250 miliar), dan tujuh lainnya dari kelompok besar.
Artikel Terkait
BEI Suspensi Saham WIKA Gegara Gagal Bayar Sukuk, Nasib Investor di Ujung Tanduk?
BEI Tunda Short Selling hingga September 2025, Pasar Diminta Waspada Volatilitas
Target IPO Gagal, Analis: BEI Memang Butuh Direksi Bersertifikasi Pasar Modal Internasional