KONTEKS.CO.ID - Bursa Efek Indonesia (BEI) gagal memenuhi target jumlah calon emiten yang IPO di tahun 2024.
Kegagalan itu adalah sinyal perlunya perubahan mendasar dalam kepemimpinan Bursa Efek Indonesia.
Tahun lalu, hanya ada 41 perusahaan yang berhasil IPO. Sedangkan BEI sebelumnya membidik mampu mendorong 62 perusahaan menjadi emiten baru BEI.
Baca Juga: Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly Larang Anggota Ormas Berjaga di Lahan Sengketa
Terkait hal ini, analis Strategi Institute, Fauzan Luthsa, mengatakan, ada baiknya komposisi direksi BEI mendatang bukan merupakan pegawai karier dari bursa efek.
“Pemenuhan target IPO tahun lalu saja gagal. Tahun ini ada kemungkinan terulang. Ini pertaruhannya pasar modal Indonesia,” ungkapnya, Kamis 15 Mei 2025.
Ia menduga salah satu masalah melesetnya target calon emiten IPO adalah lantaran tim penilaian BEI tidak memiliki sertifikasi profesi penunjang, baik nasional apalagi internasional.
Baca Juga: Kata-Kata Pertama Jonatan Christie Usai Mundur dari Pelatnas Cipayung, Penuh Perasaan Terdalam
“Dugaan saya seperti itu, tak heran jika penilaiannya tidak menggunakan indikator yang kuat, sehingga mengandalkan asumsi dan ketidaktahuan akan kebutuhan sektor riil,” papar Fauzan.
Dampaknya adalah banyak calon emiten yang mengalami penolakan meski sudah tidak ada issues dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan hanya menunggu ijin prinsip dari bursa.
“Pada periode kepemimpinan bursa efek berikutnya, sudah saatnya langkah strategis dilakukan untuk membuat bursa efek great again,” tambahnya.
Baca Juga: Grab Bantah Rumor Merger Rp114 Triliun dengan GoTo
Langkah strategis yang dia usulkan ialah calon direksi BEI memiliki sertifikasi kompetensi pasar modal nasional dan internasional, serta bukan pejabat karier bursa.
"Calon dari semua paket kandidat direksi yang diusulkan nanti, perbanyak saja yang dari kalangan sekuritas. Toh, mereka juga pemegang saham bursa efek dan paham market,” ujarnya.
Menurut Fauzan, hal tersebut krusial sebagai standar minimal untuk mengelola pasar yang semakin kompleks. Direksi bersertifikasi tidak hanya memahami dinamika pasar, tetapi juga mampu menyusun strategi IPO inklusif dan menganalisis risiko pasar berbasis data konkret.
Baca Juga: Boynextdoor Tembus 10 Juta Views dalam 26 Jam Melalui Single Terbarunya I Feel Good!
“Penyegaran dengan para calon direksi yang berasal dari sekuritas dan tersertifikasi akan memperkuat posisi BEI di mata investor global, yang semakin selektif dalam memilih aset investasi di tengah gejolak pasar,” tambah Fauzan.
Ditambahkannya, setiap profesi yang terkait dengan pasar modal saat ini wajib memiliki sertifikasi. “Jadi sebaiknya tim yang melakukan penilaian atas calon emiten yang akan IPO, juga tersertifikasi,” tukas Fauzan.
Ia mengakui bersertifikat bukan jaminan mutlak. "Namun jika tidak ada, bagaimana dia bisa memahami kompleksitas pasar modal saat ini? Sertifikasi adalah untuk meminimalisir resiko dan tanpa itu mereka tidak akan bisa mendeteksi calon-calon emiten yang berpotensi tumbuh besar. Malah jangan-jangan calon emiten yang potensial IPO, justru banyak yang terpental karena tim penilainya tidak paham,” paparnya.
Baca Juga: Preview Espanyol Vs Barcelona: Saatnya Blaugrana Pesta Besar Kangkangi Madrid
Fauzan menyebut sudah tiba waktunya melakukan reformasi di kepemimpinan bursa efek mendatang. “Pertama agar dapat mendukung perekonomian nasional dan sejalan dengan visi presiden dan kedua menggairahkan kembali pasar modal,” pungkasnya. ***
Artikel Terkait
BEI Suspensi Saham WIKA Gegara Gagal Bayar Sukuk, Nasib Investor di Ujung Tanduk?
10 Emiten Terburuk di Indeks LQ45 Sepanjang 2025, Paling Boncos Saham Milik Perusahaan Boy Thohir
Daftar Lengkap Emiten Konglomerat Top yang Memicu IHSG Ambruk: Ada Perusahaan Aguan, Boy Thohir dan BBCA
Saham Yupi Anjlok Sejak IPO, BEI Keluarkan Peringatan UMA
BEI Tunda Short Selling hingga September 2025, Pasar Diminta Waspada Volatilitas