"Kondisi pengemudi platform makin tertindas karena bekerja tanpa kepastian dan perlindungan. Pengemudi perempuan bahkan tak memiliki hak cuti haid atau melahirkan yang dibayar,” ujar Lily.
Ia juga menambahkan bahwa potongan pendapatan dari perusahaan seringkali melebihi batas 20%. Menurutnya ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah.
Dari sisi perusahaan, Tirza memperingatkan bahwa perubahan status ini juga dapat berdampak pada ribuan UMKM yang bergantung pada layanan pengiriman Grab.
Sekitar 90% mitra GrabFood adalah pelaku UMKM, dan perubahan sistem kerja pengemudi akan mempengaruhi jam layanan serta distribusi produk mereka.
“Kalau pengemudi hanya bisa bekerja 8 jam sehari, pengiriman akan lebih terbatas. Efeknya bisa ke mana-mana, terutama untuk pelaku usaha kecil yang mengandalkan pesanan daring,” ucapnya.
Baca Juga: Data BNPB Sebut Indonesia Hari Ini Dikepung Bencana: Mulai Banjir, Longsor hingga Kebakaran Hutan
Di tengah silang pendapat tersebut, SPAI dan sejumlah komunitas pengemudi platform online berencana menggelar unjuk rasa pada 20 Mei 2025. Mereka menuntut pengakuan status pekerja dan perlindungan hukum yang lebih kuat.
Pemerintah pun diminta untuk segera mengevaluasi relasi kerja antara pengemudi dan platform, demi keadilan sosial di era ekonomi digital. ***
Artikel Terkait
Ini Titik Unjuk Rasa Ojol 20 Mei, Waspada Macet dan Aksi Offbid
25 Ribu Pengemudi Ojol Demo di Jakarta Besok, Aplikasi Akan Dimatikan 24 Jam
Demo Ojol Digelar 20 Mei, Polisi Imbau Pengendara Hindari 3 Lokasi Ini
Platform Ojol Klarifikasi Potongan Komisi Aplikasi, Tegaskan Tak Melebihi 20 Persen
Aktivis 98 Dukung Aksi Ojol 20 Mei, Lawan Eksploitasi Modern Berkedok Kemitraan