KONTEKS.CO.ID – Indonesia mencatat pencapaian besar dalam perdagangan karbon! Dengan volume transaksi mencapai 1,5 juta ton CO2 equivalent, bursa karbon RI melampaui Jepang dan Malaysia yang masih tertinggal jauh. Seberapa besar potensinya?
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon, Inarno Djajadi, menyatakan bahwa perdagangan bursa karbon Indonesia berkembang pesat dibandingkan negara-negara lain yang baru meluncurkan skema serupa.
"Kita lihat bahwa perdagangan karbon di Indonesia cukup maju dibandingkan Jepang dan Malaysia," ujarnya dalam rapat bersama Komisi XI di Gedung DPR RI, Selasa 25 Februari 2025.
Baca Juga: Mengenal Bitcoin: Cara Kerja, Sejarah, dan Negara yang Mengadopsinya
Perbandingan Data Bursa Karbon RI vs Jepang dan Malaysia
Berdasarkan data per 24 Februari 2025, volume transaksi bursa karbon Indonesia tercatat mencapai 1.557.000 ton CO2 equivalent dengan nilai transaksi mencapai Rp76,56 miliar.
Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan Jepang yang hanya mencatat 768.000 ton dan Malaysia dengan 200.000 ton.
Jumlah pengguna jasa perdagangan karbon di Indonesia juga meningkat signifikan, dari sebelumnya hanya 16 pengguna menjadi 107 pengguna jasa. Selain itu, jumlah unit karbon yang dapat diperdagangkan kini mencapai 2.242.000 ton.
Siapa Pemain Utama di Pasar Karbon RI?
Sejauh ini, proyek yang terdaftar dalam bursa karbon Indonesia melibatkan tujuh perusahaan besar, antara lain:
- PT Pertamina Geothermal Energy (1 proyek)
- PLN Nusantara Power & PLN Indonesia Power (PLN Group)
Proyek-proyek ini masuk dalam kategori technology-based solution dan berasal dari sektor energi, yang menunjukkan peran besar industri dalam upaya pengurangan emisi karbon.
Potensi Indonesia di Pasar Karbon Global
Sejak perdagangan karbon internasional dibuka pada 20 Januari 2025, Indonesia telah mengotorisasi 1.780.000 ton CO2 equivalent untuk perdagangan lintas negara.
Meski transaksi internasionalnya masih tergolong kecil (49.545 ton CO2 equivalent), peluang bagi Indonesia untuk menjadi pusat perdagangan karbon global tetap terbuka lebar.
"Dengan pencapaian ini, Indonesia tidak hanya unggul di Asia Tenggara, tetapi juga berpotensi menjadi pusat perdagangan karbon dunia di masa depan," pungkas Inarno.
Artikel Terkait
Dana Emisi Karbon Sumbang APBD Kaltim Rp500 Miliar Lebih
Berkat Co-Firing, PLN Tekan 1 Juta Ton Emisi Karbon Sepanjang 2023
Livin’ Planet, Langkah Nyata Bank Mandiri dan Jejakin Pangkas Emisi Karbon
Aplikasi Opsigo Gandeng Jejakin Integrasikan Perhitungan Emisi Karbon Perjalanan Dinas
Indonesia Diprediksi Capai Puncak Emisi Karbon Tahun 2035, Begini Langkah Pemerintah