KONTEKS.CO.ID - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump pada Rabu lalu resmi menandatangani undang-undang yang mengakhiri penutupan pemerintah AS terlama dalam sejarah, yang berlangsung selama 43 hari.
Keputusan ini diambil beberapa jam setelah DPR menyetujui paket pendanaan untuk memulihkan bantuan pangan, membayar ratusan ribu pegawai federal, dan menormalkan kembali layanan pengendalian lalu lintas udara yang sempat lumpuh.
DPR yang dikuasai Partai Republik meloloskan paket pendanaan dengan suara 222–209. Dukungan Trump membuat mayoritas anggota Republik solid meski menghadapi penolakan keras dari Partai Demokrat, yang kecewa karena negosiasi gagal memperpanjang subsidi asuransi kesehatan federal.
Baca Juga: Trump Beri Sinyal Shutdown Pemerintah AS segera Berakhir
RUU yang ditandatangani Trump, setelah lebih dulu disetujui Senat itu memungkinkan pegawai federal kembali bekerja mulai Kamis. Namun, belum jelas kapan seluruh layanan pemerintah bisa pulih sepenuhnya.
“Kita tidak boleh membiarkan hal ini terjadi lagi. Ini bukan cara yang tepat untuk menjalankan negara," kata Trump, melansir Reuters, Sabtu, 15 November 2025.
Kesepakatan ini memperpanjang pendanaan hingga 30 Januari dan membuat anggaran federal tetap bertambah sekitar USD1,8 triliun per tahun, sementara total utang pemerintah telah mencapai USD38 triliun.
Beberapa anggota Kongres melontarkan kritik atas proses negosiasi yang panjang dan membingungkan.
“Saya merasa seperti baru saja menjalani episode Seinfeld. Kita habiskan 40 hari dan saya masih tidak tahu alur ceritanya,” ujar anggota DPR David Schweikert.
Berakhirnya penutupan pemerintahan memberi harapan pemulihan layanan penting, terutama jelang musim perjalanan Thanksgiving.
Dampak Shutdown AS Diakhiri
Bantuan pangan bagi jutaan keluarga juga dapat kembali mengalir di tengah meningkatnya pengeluaran akhir tahun.
Baca Juga: Nilai Tukar Rupiah Hari Ini Loyo, Pasar Waspadai Dampak Shutdown AS dan Geopolitik Global
Selain itu, data ekonomi yang sebelumnya tertunda, seperti kondisi pasar kerja dan inflasi, diperkirakan akan kembali dirilis.