KONTEKS.CO.ID - Gencatan senjata yang seharusnya membawa perdamaian di Lebanon selatan telah gagal melindungi Ibrahim Salameh.
Pada Kamis, 30 Oktober 2025, karyawan sipil tersebut tewas secara mengenaskan, bukan di medan perang, melainkan di dalam gedung Blida, tempat ia bekerja dan terpaksa menginap karena sudah tidak lagi memiliki rumah.
Kematiannya adalah akibat dari serangan darat mematikan yang dilancarkan militer Israel (IDF) di tengah kesepakatan damai yang masih berlaku.
Tragedi Salameh menyingkap dampak kemanusiaan yang jauh lebih dalam dari konflik ini. Kantor Berita Nasional Lebanon (NNA) melaporkan bahwa pasukan Israel menyerbu gedung sipil tersebut.
Baca Juga: Bertemu Langsung Paus Leo, Menag Nasaruddin Umar Sampaikan Deklarasi Istiqlal
Wali Kota Blida membenarkan bahwa Salameh sedang tidur di sana karena sedang bertugas. Ia terpaksa bermalam di tempat kerja karena rumahnya sendiri telah hancur lebur selama perang antara Israel dan Hizbullah tahun lalu.
Militer Israel mengonfirmasi serangan darat tersebut, namun membingkainya sebagai operasi kontra-terorisme.
IDF mengklaim bahwa mereka sedang membongkar infrastruktur teroris Hizbullah dan mengidentifikasi adanya tersangka di dalam gedung sipil tersebut.
Israel menuduh Hizbullah menggunakan gedung itu sebagai kedok, dan mengklaim pasukan mereka menembak untuk melenyapkan ancaman yang teridentifikasi.
Baca Juga: Elektabilitas Meroket, Blak-blakan Rocky Gerung Tuding Menkeu Purbaya Incar Pilpres 2029
Namun, pemandangan di lokasi kejadian menceritakan kisah yang berbeda dari klaim infrastruktur teroris.
Jurnalis AFP yang berada di lokasi melihat bukti nyata dari serangan tersebut, yakni lubang-lubang peluru yang menembus dinding dan jendela gedung Blida.
Pihak militer Israel sendiri menyatakan bahwa insiden yang menewaskan seorang penjaga gedung yang sedang tidur itu kini sedang ditinjau.
Pembunuhan Salameh bukanlah insiden tunggal, melainkan puncak gunung es dari kekerasan yang terus berlanjut meski ada gencatan senjata.