KONTEKS.CO.ID - Kepulauan Solomon telah menolak tawaran oleh Australia untuk membiayai pemilu mendatang di negara itu, dengan mengatakan waktu peluncuran pembukaan itu "tidak pantas" dan menuduh Canberra mencampuri urusan dalam negeri.
Disadur dari Aljazeera, pemerintah pulau Pasifik mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa bahwa mereka menghargai tawaran dari Australia, yang mengikuti pernyataan Perdana Menteri Sulaiman Manasseh Sogavare bahwa negara kepulauan Pasifik itu tidak mampu mendanai Pesta Olahraga Pasifik dan pemilihan pada tahun yang sama.
Namun, pemerintah merasa tersinggung karena proposal Australia dipublikasikan saat "sedang dalam proses membalas" jawaban untuk Canberra.
Pemerintah juga menuduh Australia mencoba "mempengaruhi bagaimana anggota parlemen akan memberikan suara" pada undang-undang baru yang akan menunda pemilihan selama beberapa bulan.
"Ini adalah serangan terhadap demokrasi parlementer kami dan merupakan campur tangan langsung oleh pemerintah asing ke dalam urusan dalam negeri kami," katanya.
Sogavare memperkenalkan undang-undang pada hari Selasa untuk mengubah konstitusi untuk memungkinkan penundaan dalam siklus pemilihan empat tahun. Pemilihan berikutnya saat ini dijadwalkan akan diadakan pada Mei 2023, meskipun Sogavare telah menyerukan agar pemungutan suara dipindahkan ke 2024.
Para kritikus menuduh perdana menteri mencoba "melibas" demokrasi dengan mempercepat undang-undang melalui parlemen.