KONTEKS.CO.ID - Kebocoran data komunikasi yang semula hanya dikaitkan dengan mantan penasihat keamanan nasional Donald Trump, Mike Waltz, kini terbukti melibatkan lebih dari 60 pejabat pemerintah Amerika Serikat.
Skala peretasan yang menyeret platform komunikasi TeleMessage ini jauh lebih besar dari laporan awal, memunculkan kekhawatiran serius soal kerentanan siber di lingkungan pemerintahan, termasuk di lingkaran terdalam kabinet Trump.
Laporan investigasi Reuters mengungkapkan bahwa peretasan tersebut tidak hanya menyasar Waltz, tetapi juga menjerat staf diplomatik, pejabat bea cukai, agen Dinas Rahasia, hingga seorang staf Gedung Putih.
Sebagian besar dari mereka diketahui aktif menggunakan platform TeleMessage, layanan yang dikenal sebagai versi korporat dari aplikasi Signal yang mengedepankan privasi.
Baca Juga: Dukung Net Zero Emission, Pertamina Luncurkan PLTS Canggih di Balikpapan
Satu Hari, Ribuan Pesan Bocor
Data cache yang bocor dan dibagikan oleh organisasi non-profit Distributed Denial of Secrets mencakup pesan-pesan selama periode sekitar 24 jam pada tanggal 4 Mei 2025.
Beberapa pesan memang terfragmentasi, namun cukup banyak yang menampilkan informasi penting seperti jadwal perjalanan pejabat, rencana logistik acara resmi, hingga diskusi informal terkait operasi luar negeri seperti di Yordania dan Vatikan.
Meski belum ditemukan konten berkategori sangat sensitif dalam pesan yang bocor, para pakar keamanan menegaskan bahwa metadata dari komunikasi itu sendiri sudah cukup untuk membangun profil intelijen tingkat tinggi.
"Ini bukan soal isi chat semata. Dengan metadata, Anda bisa tahu siapa bicara dengan siapa, kapan, seberapa sering. Itu sangat berharga bagi musuh negara," ujar Jake Williams, eks pakar siber NSA.
Baca Juga: Bareskrim Hentikan Penyelidikan Ijazah Palsu Jokowi, Tak Ada Unsur Pidana
Dampak Sistemik dan Reaksi Pemerintah
Reuters menyatakan telah memverifikasi keaslian data dengan menghubungi beberapa pemilik nomor telepon yang tercantum. Seorang pejabat dari perusahaan jasa keuangan yang terkena dampak bahkan membenarkan bahwa komunikasi mereka telah disadap.
Menanggapi kebocoran ini, platform TeleMessage telah ditangguhkan sejak 5 Mei 2025, sementara induk perusahaannya, Smarsh, belum memberikan tanggapan resmi.
Gedung Putih mengaku mengetahui adanya insiden tersebut, namun menolak memberikan komentar rinci mengenai pemakaian aplikasi di jajaran pemerintah.
Beberapa lembaga federal seperti FEMA dan CBP menyatakan belum menemukan indikasi kompromi terhadap data mereka, meski proses investigasi internal masih berlangsung.
Artikel Terkait
KPU Ngaku Jadi Sasaran Hacker
Polri dalam Bahaya, Hacker Jebol Data Rahasia dan Beredar di Internet
Akses Bakal Dibuka Gratis, Ini Pesan Lengkap Hacker Peretas PDNS 2
Data pribadi Hakim Eko Aryanto Mulai Dikuliti, Hacker Ancam Bongkar Transaksi Rekeningnya
Hacker Anonymous Ajak Peretas se-Dunia Bongkar Kejahatan Korupsi Jokowi