KONTEKS.CO.ID - Ketapang–Gilimanuk jadi nadi penghubung Jawa-Bali, tetapi arus ganas dan musibah kapal mengintai setiap waktu.
Selat Bali, bentangan air sempit yang memisahkan Pulau Jawa dan Bali, telah lama menjadi nadi penting transportasi laut nasional.
Setiap harinya, puluhan kapal feri hilir-mudik membawa ribuan penumpang dan kendaraan antara Pelabuhan Ketapang di Banyuwangi dan Gilimanuk di Jembrana.
Namun di balik perannya yang strategis, Selat Bali menyimpan risiko besar.
Baca Juga: Kapal Penyeberangan Tenggelam di Selat Bali, 65 Orang dan 22 Kendaraan Belum Ditemukan
Sejumlah insiden tragis membayangi jalur ini, dari kapal terbakar hingga tenggelam dihantam arus kuat dan kelebihan muatan.
Kondisi geografis Selat Bali menjadikannya menantang bagi pelayaran.
Wilayah ini memiliki arus laut permukaan yang kencang, terlebih saat musim angin timur bertiup kencang antara Mei hingga Agustus.
Tinggi gelombang kerap mencapai dua meter lebih, membuat kapal rentan oleng, terutama saat bongkar muat.
Baca Juga: Kru Tewas saat Berenang ke Darat Ketika Kapal Tugboat Kandas di Sulawesi Tenggara
Rekam jejak kecelakaan memperkuat reputasi Selat Bali sebagai perairan berisiko.
Pada 2016, KMP Rafelia 2 tenggelam akibat kelebihan muatan, menewaskan sejumlah penumpang.
Pada 2021, KMP Yunicee karam di dekat Gilimanuk setelah dihantam gelombang kuat, menewaskan tujuh orang dan menyebabkan puluhan lainnya hilang.
Baca Juga: Mahasiswa KKN UGM yang Hilang dalam Kecelakaan Kapal di Maluku Tenggara Ditemukan Meninggal
Artikel Terkait
Kapal Penyeberangan Tenggelam di Buton Tengah, 15 Orang Tewas dan 19 Hilang
Nikmati Keindahan Teluk Gilimanuk dan Wisata Lainnya Dekat Pelabuhan Gilimanuk, Bali
Pemudik ke Sumatera Wajib Tahu, Tiket Penyeberangan Merak ke Bakauheni Habis hingga 8 April 2024
4 Kegiatan Wisata Seru di Gili Ketapang untuk Liburan yang Tak Terlupakan!
AWT Banyuwangi Resmi Dibuka, Pengunjung Membeludak Nikmati Panorama Menawan Ijen dan Selat Bali