Di AS, kedalaman itu belum ada. “Ekosistem latihan di Asia sangat maju. Mereka punya pelatih, fisioterapis, staf analisis, semua lengkap. Kami masih jauh dari itu,” kata Lee.
Di tengah tantangan itu, ia tetap optimistis.
Klub-klub bulu tangkis berkembang pesat, banyak orang mulai melihat bulu tangkis sebagai peluang karier, baik sebagai pemain maupun pelatih, dan minat pemain muda meningkat.
“Selama ada minat, olahraga ini akan terus tumbuh. Tapi butuh kerja keras. Banyak yang tidak melihat betapa beratnya membangun olahraga dari dasar,” ujarnya.
Baca Juga: Giordani Gold Essenza: Parfum Premium Tahan 12 Jam dari Oriflame, Simbol Keanggunan dan Modernitas
Perjalanan bulu tangkis keluarga Lee pun menjadi cerminan perkembangan itu.
Awalnya, ia memperkenalkan banyak olahraga kepada anak-anaknya, mulai sepak bola hingga taekwondo tanpa memaksa mereka mengikuti jejaknya.
Namun Allison dan Arden justru jatuh cinta pada bulu tangkis. Keberadaan akademi membuat mereka lebih mudah memulai, tetapi dukungan teknis di AS, kata Lee, belum bisa menyamai negara-negara Asia yang memiliki tim besar dan fasilitas lengkap.
Meski demikian, ia bangga melihat transformasi besar yang terjadi. Dari masa ketika pemain AS dianggap enteng lawan, hingga kini ketika mereka mulai memperoleh rasa hormat di panggung internasional.
“Dulu, saat kami datang ke turnamen, banyak pemain tidak merasa terancam. Mereka tahu kami bukan ancaman,” ujarnya.
“Sekarang tidak begitu lagi. Tidak ada lagi yang mencemehkan kami.”***
Artikel Terkait
Wow, Baling-Baling Bekas Bisa Diubah Jadi Raket Bulu Tangkis Ramah Lingkungan
Malaysia Sebut PBSI Lemahkan Tim Bulu Tangkis Indonesia, Rexy Mainaky Ubah Target dari 2 Jadi 4 Medali Emas SEA Games 2025
Drawing Beregu Bulu Tangkis SEA Games 2025 Resmi Rilis: Tim Putra Indonesia Bye, Jalan Emas Terbuka
Nominasi BWF Player of The Year Awards 2025 Diumumkan, Tidak Ada dari Indonesia, Ini Daftar Lengkapnya