Dengan alat seadanya, ia mengevakuasi empat orang terakhir sebelum akhirnya benar-benar kelelahan.
“Terus, terus, terus sampai selesai. Sekitar jam lima sore baru benar-benar selesai,” ujarnya.***
“Ban dan pelampung sudah diambil yang punya. Jadi waktu itu saya menyelamatkan empat orang, termasuk anak tentara dan bapaknya, pakai rakit dari jerigen,” kata Giman lagi.
Hari itu, Giman bukan sekadar prajurit. Ia adalah tetangga, penolong, dan harapan di tengah arus yang nyaris merenggut segalanya.***