nasional

Prof Iim Soroti Lemahnya NU dan Muhammadiyah Jaga Jarak Demokrasi, Supremasi Sipil hingga Konsesi Tambang

Minggu, 14 Desember 2025 | 21:38 WIB
Komnas HAM soal tambang nikel di Raja Ampat, dapat informasi soal izin PT GAG Nikel (Foto: X.com/@pendakilawas)
KONTEKS.CO.ID – Masyarakat sipil, terutama Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sedang mengalami pelemahan struktural akibat kedekatan berlebihan dengan rezim kekuasaan Prabowo-Gibran.
 
Guru Besar Sosiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Iim Halimatussadiyah, dalam keterangan diterima di Jakarta, Minggu, 14 Desember 2025, mengatakan, kedekatan ini lebih dari kolaborasi di tingkat kebijakan dan program.
 
Menurut dia, kedekatan tersebut melainkan telah bergerak ke arah kooptasi simbolik, politik, dan ekonomi yang berisiko melumpuhkan fungsi paling dasar civil society, yakni mengatakan “tidak” kepada negara.
 
Baca Juga: Kini Koperasi Sudah Bisa Kelola Tambang Mineral dan Batubara, Ini Aturannya
 
Ia menegaskan bahwa jarak adalah syarat moral dan politik bagi masyarakat sipil.
 
Civil society yang terlalu dekat dengan negara akan kehilangan keberanian untuk menolak,” ujarnya.
 
Dalam konteks ini, lanjut dia, pemberian konsesi tambang, posisi strategis pemerintahan, hingga legitimasi simbolik seperti anugerah pahlawan nasional bagi Soeharto, dibaca sebagai instrumen negara untuk membungkam kritik.
 
Baca Juga: Prabowo Perintahkan Menhan Gulung Habis Tambang Ilegal: Setiap Jengkal Kekayaan Alam Harus Kembali ke Rakyat!
 
Studi empiris bahkan menunjukkan bahwa dukungan atau diamnya NU dan Muhammadiyah secara signifikan memengaruhi persepsi publik, menjadikan keduanya alat legitimasi kekuasaan.
 
Prof Iim mengingatkan bahwa kooptasi ini tidak hanya memicu konflik internal ormas, tetapi juga memperlebar jurang mayoritas–minoritas.
 
Baca Juga: Banjir Bandang dan Longsor Terjang Sumatra, Novel Baswedan Singgung Persekongkolan Pejabat Soal Izin Tambang dan Perkebunan
 
Ketika konsesi tambang hanya diberikan kepada ormas Islam besar, sementara organisasi keagamaan non-Muslim tersingkir, negara sedang mempertaruhkan fondasi sosial Indonesia yang sejak awal dibangun melalui negosiasi dan kesetaraan antar-identitas. 
 
“Ini berbahaya bagi jangka panjang demokrasi dan kohesi sosial,” tegasnya.***

Tags

Terkini