“Perkap Nomor 10 Tahun 2025 itu bertentangan dengan dua undang-undang: pertama, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, dan kedua, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang ASN,” kata Mahfud.
Ia merujuk secara tegas pada ketentuan dalam Pasal 28 ayat (3) UU Polri yang mengatur secara limitatif syarat anggota Polri untuk menduduki jabatan sipil.
“(UU Polri) di dalam Pasal 28 ayat 3 disebutkan bahwa anggota Polri yang mau masuk ke jabatan sipil itu hanya boleh apabila minta berhenti atau pensiun dari Dinas Polri,” jelasnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu berujar bahwa norma tersebut tidak membuka ruang tafsir lain dan tidak dapat disimpangi melalui aturan setingkat peraturan kepolisian.
Baca Juga: Cegah Polri Jamah Jabatan Sipil, Ombudsman Usul Rekrutmen Perwira Perhatikan Kebutuhan
Putusan MK Mempertegas Larangan
Lebih jauh, Mahfud mengingatkan bahwa ketentuan tersebut telah diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114 Tahun 2025. Putusan itu, kata dia, menegaskan kembali batasan konstitusional terkait posisi anggota Polri dalam jabatan sipil.
“Ketentuan terbatas ini sudah dikuatkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114 Tahun 2025,” ujar Mahfud.
Dengan adanya putusan MK tersebut, menurut Mahfud, tidak ada lagi ruang abu-abu dalam tafsir hukum terkait larangan anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil.
“Undang-undang Polri sama sekali tidak menyebut jabatan-jabatan yang bisa diduduki oleh Polri,” kata Mahfud.
Harus Melalui Perubahan Undang-Undang
Mahfud menegaskan, apabila pemerintah dan DPR menilai penempatan anggota Polri di kementerian dan lembaga negara sebagai kebutuhan strategis, maka mekanisme yang ditempuh harus melalui jalur legislasi, bukan lewat peraturan internal.
“Dengan demikian, ketentuan Perkap itu kalau memang diperlukan, itu harus dimasukkan di dalam undang-undang, tidak bisa hanya dengan sebuah Perkap,” tutupnya.***