KONTEKS.CO.ID - Penggunaan hak prerogatif Presiden Prabowo Subianto kembali menjadi sorotan nasional setelah ia memberikan rehabilitasi kepada Ira Puspadewi dan dua mantan direksi ASDP.
Keputusan ini memulihkan status hukum mereka, menghapus efek vonis pengadilan, serta mengembalikan harkat dan kedudukan sosial sebagaimana ketentuan dalam mekanisme rehabilitasi.
Langkah tersebut menegaskan bahwa pada tahun 2025, Prabowo semakin aktif memaksimalkan kewenangan konstitusional yang diatur dalam Pasal 14 UUD 1945.
Baca Juga: Taxi Driver 3 Meledak di Korea dan Jakarta: Premiere Catat Rating Tertinggi 2025
Hak istimewa yang juga meliputi abolisi dan amnesti, seperti yang sebelumnya digunakan untuk kasus Hasto Kristiyanto.
Rehabilitasi sendiri memiliki landasan kuat dalam KUHAP dan UUD 1945.
Pasal 1 angka 23 KUHAP menegaskan bahwa rehabilitasi diberikan kepada mereka yang pernah mengalami penahanan atau penuntutan tanpa dasar hukum.
Sementara itu, Pasal 14 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa presiden dapat memberikan rehabilitasi berdasarkan pertimbangan Mahkamah Agung.
Dalam praktiknya, rehabilitasi dapat muncul melalui putusan pengadilan atau melalui Keputusan Presiden, seperti yang pernah dilakukan Presiden Abdurrahman Wahid saat memulihkan hak Nurdin AR pada tahun 2000.
Selain rehabilitasi, dua instrumen lain abolisi dan amnesti juga menjadi pusat perhatian pemerintah tahun ini.
Abolisi memungkinkan presiden menghentikan seluruh proses pidana sehingga kasus dianggap tidak pernah berjalan, dengan syarat mendapat persetujuan DPR.
Baca Juga: Alasan Ji Chang Wook Jelajah Bali, Yogyakarta dan Sumba yang Bikin Fans Super Penasaran
Contoh terdekat terlihat pada penghentian proses hukum Thomas Trikasih Lembong, setelah presiden menilai tidak ada unsur kesengajaan atau keuntungan pribadi dalam kasus impor gula yang menjeratnya.
Sementara itu, amnesti menghapus hukuman pidana yang telah dijatuhkan, seperti dalam kasus Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, yang memperoleh kebebasan melalui Keppres amnesti pada Agustus 2025.